Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

BI Perluas Sektor Penerima Insentif Likuiditas, Begini Respons Para Bankir

Para bankir memberikan respons terhadap rencana BI untuk memperluas sektor penerima insentif kebijakan likuiditas makroprudensial pada 2025.
Pekerja melintas dekat logo Bank Indonesia di Jakarta. Bisnis/Fanny Kusumawardhani
Pekerja melintas dekat logo Bank Indonesia di Jakarta. Bisnis/Fanny Kusumawardhani

Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo menyampaikan saat ini pihaknya sedang dalam proses finalisasi dan kebijakan baru tersebut yang akan mulai berlaku per 1 Januari 2025.  

"Rencananya akan kami berlakukan mulai 1 Januari 2025, kawan-kawan sedang memfinalisasi. Kisi-kisinya sektor [prioritas] yang besar penyerapan tenaga kerja itu sektor perdagangan, besar maupun eceran, pertanian, dan juga industri pengolahan yang padat karya,” ungkapnya dalam konferensi pers, Rabu (16/10/2024). 

Bukan hanya sektor tersebut, juga terhadap kredit yang bank salurkan kepada sektor transportasi, pariwisata, dan ekonomi kreatif. Termasuk sektor perumahan, mencakup konstruksi perumahan rakyat.  

Saat ini, bank mendapatkan insentif kebijakan likuditas makroprudensial (KLM) apabila menyalurkan kredit ke sektor prioritas, yakni hilirisasi (minerba dan nonminerba), perumahan, pariwisata, dan sektor otomotif, perdagangan, LGA, dan jasa sosial.  

Perry menekankan bahwa insentif KLM diberikan kepada bank-bank yang menyalurkan kredit ke sektor prioritas, berupa penurunan giro wajib minimum (GWM). Besarnya penurunan GWM akan tergantung sektor dan tergantung besarnya kredit yang dikucurkan. 

Pada dasarnya, BI mengucurkan insentif KLM maksimal sebesar 4%. Rinciannya, apabila bank memberikan pembiayaan ke sektor prioritas, insentif maksimal 2,2%, insentif kepada bank dengan RPIM di atas 30% sebesar 1,3%, dan memberikan insentif kepada sektor hijau akan mendapat insentif sebesar 0,5%.  

Sementara pada realisasinya, Perry menuturkan saat ini rata-rata bank menerima insentif sebesar 3,4%. “Kami akan naikkan ya hampir mendekati 4%. Tapi realokasi ke sektor-sektor yang lebih pro-job. Tentu saja dengan memastikan NPL-nya tidak lebih dari 5%,” jelasnya. 

Halaman
  1. 1
  2. 2

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Arlina Laras
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper