Bisnis.com, JAKARTA - Program swasembada pangan dalam proyek food estate pemerintahan Presiden Prabowo diyakini akan memberikan stimulus positif bagi pertumbuhan asuransi parametrik pertanian di Indonesia.
Praktisi Manajemen Risiko dan Ketua Umum Komunitas Penulis Asuransi Indonesia (Kupasi) Wahyudin Rahman menjelaskan setidaknya ada tiga strategi yang harus dilakukan perusahaan asuransi umum untuk menyambut peluang keterlibatan industri asuransi umum di proyek Prabowo tersebut.
"Pertama, mengembangkan model kolaborasi dengan pemerintah, lembaga swadaya, dan perusahaan teknologi untuk meningkatkan skema subsidi dan distribusi," kata Wahyudin kepada Bisnis, Senin (9/12/2024).
Kedua, perusahaan asuransi bisa memanfaatkan data satelit, internet of things (IoT) hingga perangkat cuaca untuk menetapkan parameter risiko, misalnya seperti curah hujan atau suhu ekstrem yang jelas dan dapat diukur. Menurutnya, pemanfaatan teknologi seperti ini juga memudahkan proses klaim secara otomatis tanpa verifikasi lapangan.
Ketiga, Wahyudin juga menyarankan perusahaan asuransi umum melakukan kajian khusus untuk memperhitungkan teknis asuransi parametrik dan edukasi masif kepada petani dan asosiasi pertanian tentang manfaat asuransi parametrik. Wahyudin melihat saat ini sebagian besar petani masih awam terhadap jenis perlindungan ini.
Dia menilai asuransi parametrik pertanian di Indonesia punya peluang besar. Peluang tersebut di antaranya karena faktor tingginya frekuensi bencana seperti banjir dan kekeringan di Indonesia sehingga menciptakan kebutuhan mendesak akan perlindungan risiko yang cepat dan sederhana.
Baca Juga
Selain itu, menurutnya pertumbuhan populasi dan kebutuhan pangan di Indonesia juga memberikan dorongan untuk melindungi hasil pertanian agar memenuhi target ketahanan pangan nasional.
"Terakhirnya, adanya dukungan pemerintah pada program food estate menjadi peluang strategis untuk memperkenalkan skema perlindungan baru di lahan yang dikelola negara," katanya.
Di sisi lain, Wahyudin juga menyoroti tantangan yang dihadapi dalam implementasi asuransi parametrik pertanian. Pertama, banyak daerah pertanian yang belum memiliki data cuaca atau parameter risiko yang memadai untuk mendukung produk parametrik.
Kedua, banyak petani belum memahami mekanisme kerja asuransi parametrik, sehingga penetrasi sulit dilakukan tanpa edukasi. Ketiga, keterbatasan subsidi pemerintah membuat premi sulit terjangkau bagi sebagian besar petani kecil.
"Keempat, terbatasnya expertise dan kapasitas menjadi tantangan pengelolaan dan mitigasi risiko sistemik, terutama di daerah dengan risiko bencana tinggi," pungkasnya.
Sebelumnya, Ketua Umum Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI) Budi Herawan mengatakan pihaknya menyambut baik dilibatkannya industri asuransi dalam proyek ketahanan pangan atau food estate pemerintahan Prabowo.
"Kita berterima kasih pada regulator, OJK, yang banyak memberi masukan ke kita bagaimana kita bisa berkontribusi dalam penguatan food estate. Kemarin kita diberi kesempatan untuk bisa berpartisipasi di dalam asuransi parametrik," kata Budi di kantor AAUI, pekan lalu (3/12/2024).
Budi optimis perluasan asuransi ke sektor pertanian tersebut akan menjadi pendorong pertumbuhan asuransi pada 2025 nanti. Untuk menyambut peluang ini, Budi mengatakan perusahaan asuransi umum akan menyiapkan berbagai strategi.
"Saya tangkap tantangan ini dan beberapa teman-teman di industri, kita akan masuk di sana pada tahun 2025. Jadi kita harus menyiapkan strategi, terobosannya seperti apa," jelas Budi.