Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Strategi Leasing Milik Bank Panin (CFIN) Kejar Pertumbuhan Laba pada 2025

Bank Panin adalah pemegang saham pengendali Clipan Finance dengan penguasaan 51,49%.
Nasabah mengakses aplikasi Clipan Mobile Customer di Jakarta Senin (5/2/2024). Bisnis/Fanny Kusumawardhani
Nasabah mengakses aplikasi Clipan Mobile Customer di Jakarta Senin (5/2/2024). Bisnis/Fanny Kusumawardhani

Bisnis.com, JAKARTA — Perusahaan multifinance yang dikendalikan Bank Panin, PT Clipan Finance Indonesia Tbk (CFIN) menargetkan peningkatan laba pada 2025 di tengah perlambatan ekonomi dan industri pembiayaan.

Direktur Utama Clipan Finance Harjanto Tjitohardjojo menyebut guna mengejar pertumbuhan laba, perusahaan telah menyiapkan sejumlah strategi untuk diterapkan hingga akhir tahun nanti.

“Kami mengoptimalkan produktivitas di masing-masing titik jaringan pemasaran cabang guna meningkatkan produksi dan mengefektifkan biaya, memastikan tingkat suku bunga yang kompetitif, serta meningkatkan kualitas layanan kepada debitur,” kata Harjanto tentang strategi yang dijalankan kepada Bisnis, Jumat (7/2/2025).

Tak hanya itu, Harjanto mengatakan bahwa perusahaan juga tengah menata ulang beberapa proses bisnis agar lebih efektif dan efisien, serta memperkuat manajemen risiko guna menghasilkan portofolio bisnis yang sehat. Strategi ini menjadi langkah penting bagi Clipan Finance setelah mengalami penurunan laba signifikan pada 2024.

Berdasarkan laporan keuangan unaudited, laba bersih perusahaan anjlok sekitar 73,38% secara tahunan (year-on-year/yoy) dari Rp815 miliar pada 2023 menjadi Rp217 miliar pada 2024.

Sebelumnya, pada 2023, laba perusahaan sempat melonjak 162,29% dibandingkan 2022 yang hanya mencapai Rp310,72 miliar. Harjanto mengungkapkan bahwa beberapa faktor eksternal turut memengaruhi kinerja keuangan perusahaan hingga akhir 2024.

Fluktuasi harga komoditas dan kondisi ekonomi makro menjadi salah satu tantangan utama bagi industri pembiayaan. Selain itu, menurunnya kualitas calon debitur juga memberikan dampak signifikan terhadap bisnis perusahaan.

“Selain itu, faktor lain yang berkontribusi adalah menurunnya kualitas calon debitur, yang tercermin dari catatan kolektibilitas SLIK [Sistem Layanan Informasi Keuangan]. Hal ini diduga dipengaruhi oleh meningkatnya pinjaman online,” ujarnya.

Selain itu, Clipan Finance juga menghadapi tantangan terkait praktik over-alih kendaraan yang dilakukan sejumlah oknum kepada pihak yang tidak berkepentingan. Kondisi ini mendorong perusahaan untuk menerapkan mitigasi risiko yang lebih ketat dalam menyalurkan pembiayaan.

“Daya beli masyarakat kelas menengah yang melemah, ditambah dengan kenaikan harga kendaraan akibat pemberlakuan opsen pajak, juga menjadi faktor utama yang memengaruhi kinerja perusahaan,” tambah Harjanto.

Asosiasi Perusahaan Pembiayaan Indonesia (APPI) juga menanggapi tren penurunan laba yang dialami industri pembiayaan atau multifinance hingga Oktober 2024. Data statistik Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat bahwa laba bersih perusahaan multifinance setelah pajak turun 3,53% yoy menjadi Rp18,72 triliun per Oktober 2024 dari Rp19,41 triliun pada periode yang sama tahun sebelumnya.

Ketua Umum APPI, Suwandi Wiratno, menilai bahwa salah satu penyebab utama penurunan laba adalah kebijakan perusahaan dalam meningkatkan pencadangan kredit bermasalah atau Non-Performing Financing (NPF) sesuai dengan standar akuntansi PSAK 71.

“Yang pasti kenapa dia turun? Karena dia sudah harus berhati-hati terhadap pencadangan kredit bermasalah atau macam provisi karena sesuai dengan PSAK 71,” ujar Suwandi dalam acara Seminar Nasional Arah Kebijakan OJK 2025 dan Strategi Pertumbuhan Ekonomi Pemerintah Baru yang digelar APPI pada Selasa (4/2/2025).

Namun, menurutnya, penurunan laba bukanlah indikator utama dalam menilai kondisi industri multifinance secara keseluruhan.

“Minus atau plus itu tidak menjadi satu barometer. Yang penting adalah perusahaan itu mungkin kurang mencetak laba, tapi masih laba,” katanya.

Suwandi tetap optimistis bahwa industri multifinance masih mampu mencatatkan laba pada 2025, meskipun belum bisa dipastikan apakah pertumbuhannya akan signifikan. Dia juga menyoroti langkah-langkah perbaikan yang telah dilakukan banyak perusahaan pembiayaan untuk menekan lonjakan NPF dan menjaga kualitas kredit tetap stabil.

“Saya melihat banyak perusahaan sudah melakukan perbaikan supaya tidak terus meningkat. Nah, sekarang kan sebenarnya kualitas sudah semakin membaik. Saya pikir tadi 2,7% tutup Desember, ya, turun 0,01 tetapi masih bisa bertahan,” ungkapnya.

Lebih lanjut, Suwandi menekankan pentingnya kesadaran masyarakat dalam mengelola keuangan dan membayar kewajiban tepat waktu agar stabilitas industri pembiayaan tetap terjaga.

“Yang penting buat kami, kami tidak mementingkan jaminan itu ditarik, tapi yang kami pentingkan adalah pembayarannya ada terus,” pungkasnya.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper