Bicara soal kesejahteraan pensiunan, Choki membandingkan angka pekerja terlindungi program pensiun di Indonesia itu berada jauh di bawah standar perburuhan internasional yang menargetkan sekurangnya 50% dari seluruh pekerja mendapatkan perlindungan.
Sementara itu, Choki menjelaskan pemerintah melalui Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2023 tentang Peta Jalan Jaminan Sosial menargetkan kepesertaan aktif Jaminan Pensiun dipatok sebesar 50% pada 2030.
"Idealnya, program jaminan pensiun dapat diikuti oleh seluruh pekerja, baik yang memiliki hubungan kerja maupun di luar hubungan kerja sejalan pula dengan perkembangan di dunia ketenagakerjaan. Hal ini juga sejalan dengan Perpres 109 Tahun 2013 yang memperkenankan BPU mengikuti program jaminan pensiun," tegasnya.
Selain faktor cakupan tenaga kerja dalam program JP, Choki melihat kecilnya klaim program JP BPJS Ketenagakerjaan juga dipengaruhi oleh faktor waktu tunggu akibat kenaikan gradual usia pensiun. Tahun ini usia pensiun pekerja untuk mendapat manfaat program JP adalah menjadi 59 tahun.
Ada juga faktor ketentuan bahwa masa iur minimal agar dapat mendapatkan manfaat program JP adalah selama 15 tahun. Menurutnya solusi dari hal ini adalah pemerintah dapat memberikan tambahan masa pelayanan bagi peserta yang telah mendekati masa pensiun agar dapat memenuhi syarat iuran 15 tahun, hingga kemungkinan penerapan skema manfaat tunjangan pro rata.
"Selain itu, bisa juga turut dikaji redefinisi manfaat layanan tambahan, terutama yang saat ini melekat di program Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK) agar dapat terhubungkan pula dengan MLT [manfaat tambahan] pada Jaminan Hari Tua dan Jaminan Pensiun, sehingga para peserta yang telah memasuki usia tua atau pensiun dapat menikmati manfaat layanan tambahan kembali bekerja (Return to Work) untuk mengisi jeda waktu menuju usia pensiun. Di beberapa negara maju, praktik ini dikenal dengan istilah Work Bonus," pungkasnya.