Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Wanti-Wanti Analis soal Risiko Koperasi Merah Putih terhadap Kredit dan Likuiditas Bank

Pembiayaan koperasi tak terlepas dari risiko kredit bermasalah (nonperforming loan/NPL) yang tinggi.
Ilustrasi kredit macet atau nonperforming-loan (NPL)/Freepik
Ilustrasi kredit macet atau nonperforming-loan (NPL)/Freepik

Bisnis.com, JAKARTA – Rencana pembentukan Koperasi Desa Merah Putih yang digagas pemerintahan Presiden Prabowo Subianto dinilai dapat menimbulkan risiko terhadap performa kredit dan likuiditas perbankan nasional.

Analis BRI Danareksa Sekuritas Victor Stefano dan Naura Reyhan Muchlis memaparkan bahwa pembentukan koperasi itu menyasar hingga 80.000 desa untuk menciptakan pusat ekonomi, yang mencakup pembangunan gudang dan enam gerai yang menjual produk pertanian.

Anggaran yang dibutuhkan berkisar pada Rp3 miliar hingga 5 miliar per desa. Sumbernya berasal dari dana desa yang akan dikucurkan sebesar Rp1 miliar per tahun, sehingga terakumulasi menjadi Rp5 miliar dalam rentang lima tahun.

Menteri Koordinator Bidang Pangan Zulkifli Hasan menyebut bahwa Bank BUMN akan dilibatkan untuk menyalurkan pembiayaan sebagai modal awal program tersebut. Namun, pembiayaan koperasi tak terlepas dari risiko kredit bermasalah (nonperforming loan/NPL) yang tinggi.

“Menurut Pefindo, pembiayaan kepada koperasi memiliki rasio NPL sebesar 8,5%. Rasio tersebut lebih tinggi dibandingkan dengan rasio NPL perbankan di sektor lainnya, yang berarti terdapat risiko lebih tinggi di sektor koperasi,” tulis analis BRI Danareksa Sekuritas dalam publikasi riset, Senin (10/3/2025).

Lebih lanjut, eksposur kredit perbankan terhadap koperasi terbilang kecil. Dari 130.000 koperasi dengan total aset Rp275 triliun dan omzet sebesar Rp197 triliun pada 2023, bank disebut hanya menyumbang sekitar 10% terhadap modal eksternal koperasi.

Menurut Victor dan Naura, bank dapat menghadapi risiko kredit dan likuiditas yang lebih tinggi. Dia lantas mencontohkan skenario terburuk apabila bank BUMN membagi pembiayaan koperasi secara merata (Rp3 miliar-Rp5 miliar per tahun) serta tingkat NPL yang tetap 8,5%.

“Hal ini dapat menyebabkan peningkatan CoC [cost of credit/biaya kredit] sebesar 49-82 bps dan penurunan laba sebesar 11-56%,” jelasnya.

Namun, mengingat eksposur Kredit Usaha Rakyat (KUR) yang besar, PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. (BBRI) diproyeksikan akan menanggung porsi penyaluran kredit koperasi yang lebih besar dibandingkan bank pelat merah lainnya.

Di samping itu, BRI Danareksa Sekuritas menilai bahwa risiko likuiditas juga menghantui Bank BUMN apabila menanggung sendiri pembiayaan program koperasi ini. Hal ini berkaitan dengan penggunaan dana pihak ketiga (DPK) sebagai sumber penyaluran kredit.

“[Bank BUMN] mungkin juga akan menghadapi risiko likuiditas, yang mengharuskan mereka untuk menggunakan sekitar 5-9% dari simpanan mereka saat ini,” jelas riset tersebut.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Bisnis Indonesia Premium.

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Bisnis Indonesia Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper