Bisnis.com, JAKARTA — OJK mengungkap modus baru kejahatan siber yang menggunakan teknologi fake base transceiver station (BTS) untuk menyebarkan SMS palsu mengatasnamakan bank.
Kepala Eksekutif Pengawas Perilaku Pelaku Usaha Jasa Keuangan, Edukasi, dan Pelindungan Konsumen Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Friderica Widyasari Dewi menjelaskan bahwa pesan-pesan ini bukan berasal dari bank, melainkan dikirim oleh pelaku kejahatan dengan memanfaatkan teknologi penyamaran (masking).
“Jadi, itu sebenarnya bukan SMS dari bank yang dibelokin, tapi itu benar-benar fraudster yang menggunakan BTS palsu dan menyebarkan kepada masyarakat. Nah, ini memang bahaya sekali,” kata perempuan yang akrab disapa Kiki tersebut dalam Media Briefing terkait Perkembangan Terkini Kegiatan Penanganan Kegiatan Usaha Tanpa Izin di Sektor Keuangan di Jakarta, Selasa (11/3/2025).
Menurutnya salah satu penyebab utama maraknya kasus ini adalah masih digunakannya jaringan 2G oleh beberapa penyedia layanan seluler. Hal ini memungkinkan pelaku kejahatan menyusupkan SMS palsu ke dalam sistem komunikasi.
Menanggapi fenomena ini, Kiki mengatakan regulator telah memanggil empat bank besar untuk meminta klarifikasi dan langkah mitigasi. Bank-bank tersebut telah melakukan sosialisasi melalui berbagai platform, termasuk media sosial, untuk memberikan edukasi kepada nasabah terkait modus penipuan ini.
“Beberapa bank tersebut sudah melakukan sosialisasi dan kami minta kepada mereka, ini beberapa bank yang saya nggak sebut namanya ya, ada empat bank yang kami panggil, banknya besar-besar semua, karena memang bank besar itu kan konsumennya banyak, transaksi juga besar-besar,” katanya.
Baca Juga
Kiki mengatakan OJK juga menyebutkan bahwa saat ini ada wacana dari sektor perbankan untuk mengurangi ketergantungan terhadap SMS dalam memberikan notifikasi kepada nasabah. Selain itu, dia juga mengimbau masyarakat agar selalu waspada dan tidak mudah percaya dengan SMS yang mengatasnamakan bank. Jika menerima telepon atau SMS yang mencurigakan, masyarakat diminta untuk tidak panik dan langsung menghubungi bank melalui saluran resmi.
“Tips paling mudah sebenarnya bank itu tidak menghubungi kita, dan kita tidak perlu dihubungi bank, betul ya. Kalau kita perlu, kita harus menghubungi bank, itu saja tips yang sederhana tapi menurut saya sangat panjang,” kata Kiki.
Kiki mencontohkan modus umum yang sering digunakan oleh pelaku, yaitu dengan menghubungi korban dan mengaku sebagai pihak bank yang memberitahukan adanya transaksi mencurigakan, misalnya di luar negeri. Ketika korban membantah melakukan transaksi tersebut, pelaku kemudian berpura-pura membantu membatalkannya dengan meminta kode OTP yang dikirimkan ke ponsel korban.
Karena panik, banyak korban yang akhirnya memberikan kode tersebut tanpa menyadari bahwa OTP tersebut justru digunakan untuk mengambil alih akun mereka.
Dia menekankan bahwa OTP seharusnya hanya dimasukkan ke perangkat pribadi nasabah dan tidak boleh diberikan kepada siapa pun, termasuk pihak yang mengaku dari bank.
“Intinya seperti itu, jadi jangan panik. Kalau kita dihubungi seperti itu, mending kita tutup saja teleponnya. Jadi kita yang menghubungi mereka,” katanya.