Bisnis.com, JAKARTA — PT Pefindo Biro Kredit atau IdScore memprediksi adanya peningkatan portofolio kredit nasional menjelang dan setelah Lebaran 2025.
Direktur Utama IdScore, Tan Glant Saputrahadi, mengungkapkan bahwa momentum Lebaran akan mendorong pertumbuhan portofolio kredit sebesar 0,82% hingga 1% dibandingkan bulan sebelumnya.
“Pada 2025 diprediksikan momentum lebaran akan meningkat 0,82%–1% pada portofolio kredit dibandingkan bulan sebelumnya,” kata Tan kepada Bisnis, pada Senin (17/3/2025).
Baca Juga : Paylater Akulaku Finance Moncer, Perusahaan Bidik Pencairan Kredit Rp9,1 Triliun pada 2025 |
---|
Berdasarkan tren historis dari 2022 hingga 2024, IdScore mencatat bahwa peningkatan kredit terjadi sejak bulan Ramadan, dengan rata-rata kenaikan sebesar 2,29%. Pada saat Lebaran, kenaikannya tercatat sebesar 0,47%, sementara satu bulan setelah Lebaran masih menunjukkan pertumbuhan sebesar 1,27%.
Tren kenaikan baki debet menjelang dan setelah Lebaran terlihat semakin jelas dalam beberapa tahun terakhir. Pada 2022, transaksi tertinggi terjadi pada bulan kedua setelah Lebaran (H+2), mencapai Rp 8,484,31 triliun.
Pola ini berlanjut pada 2023 dan 2024, dengan transaksi H+2 masing-masing mencapai Rp 7,761,52 triliun dan Rp 8,834,33 triliun. Dibandingkan tahun sebelumnya, total transaksi saat Lebaran juga meningkat. Pada 2023, transaksi saat Lebaran tercatat Rp 7,652,03 triliun, sedangkan pada 2024 naik menjadi Rp 8,634,27 triliun.
Namun, lonjakan transaksi ini juga disertai dengan peningkatan risiko kredit macet. IdScore mencatat bahwa rasio NPL di sektor multifinance meningkat dari 0,52% menjadi 4,88% pada H+2 bulan setelah Lebaran dalam periode 2022 hingga 2024.
Sementara itu, sektor fintech peer-to-peer (P2P) lending juga mengalami peningkatan rasio kredit bermasalah pada periode yang sama.
Untuk mengantisipasi lonjakan NPL, Tan menekankan pentingnya pengetatan analisis risiko kredit serta pemantauan pola pembayaran oleh penyelenggara layanan keuangan.
“Edukasi keuangan perlu ditingkatkan agar masyarakat lebih bijak dalam mengelola utang dan pengeluaran,” ujarnya.
Selain itu, penyesuaian kebijakan kredit juga dinilai perlu dilakukan. “Penyelenggara perlu melakukan penyesuaian kebijakan kredit, seperti persyaratan yang lebih ketat dan insentif bagi debitur yang disiplin, dapat membantu mengurangi risiko,” tambahnya.
Tan juga menyoroti pentingnya strategi restrukturisasi kredit dan penagihan yang persuasif untuk mencegah gagal bayar.
“Program restrukturisasi kredit serta strategi penagihan yang persuasif juga perlu diterapkan untuk mencegah gagal bayar. Diversifikasi portofolio kredit juga penting agar tidak terlalu terkonsentrasi pada pinjaman konsumtif dan menjaga stabilitas keuangan,” pungkasnya.