Bisnis.com, JAKARTA — PT Asuransi Ciputra Indonesia (Ciputra Life) menargetkan kinerja sepanjang 2025 tumbuh dobel digit.
“Kami optimistis dapat mencapai pertumbuhan pendapatan premi sebesar lebih dari 10% sampai dengan akhir tahun 2025,” kata Direktur Ciputra Life Listianawati saat dihubungi Bisnis, Rabu (21/5/2025).
Listi mengungkap pendapatan premi sampai dengan kuartal I/2025 tercatat sebesar Rp140 miliar, tidak berbeda jauh dibandingkan periode yang sama tahun lalu sebesar Rp141 miliar. Dari jumlah tersebut, premi dari asuransi kumpulan mencapai Rp126 miliar atau 94% dari total premi. Dia menyebutkan segmen kumpulan lebih rendah dibandingkan periode tahun lalu karena penurunan di produk asuransi jiwa kredit.
Ciputra Life sendiri telah menjalin kerja sama dengan lebih dari 20 bank dan perusahaan pembiayaan dalam penyediaan produk asuransi jiwa kredit. Perusahaan juga mulai mengembangkan kontribusi dari lini produk lainnya, termasuk asuransi kesehatan kumpulan melalui Ciputra Medical Insurance. Produk ini disebut berkontribusi hampir 20% terhadap total premi kuartal I/2025.
Meski demikian, Listi juga menyoroti pentingnya faktor ekonomi dalam mendukung kinerja industri asuransi. Pelemahan daya beli yang menyebabkan masyarakat lebih berhati-hati dalam mengambil kredit untuk pembelian properti maupun kendaraan bermotor akan berdampak langsung pada bisnis perseroan. Demikian pula, bank dan lembaga pembiayaan lebih berhati-hati dalam mengucurkan kredit karena ancaman potensi peningkatan non-performing loan (NPL).
“Prospek kinerja asuransi tentunya akan sangat tergantung pada kondisi perekonomian dan daya beli masyarakat. Kondisi perekonomian Indonesia tidak terlepas dari kondisi global,” ujarnya.
Baca Juga
Terkait dengan meningkatnya risiko pemutusan hubungan kerja (PHK) yang dapat menurunkan kepesertaan asuransi kumpulan, Listianawati berharap berbagai kebijakan pemerintah dapat memberikan stimulus yang positif.
“Harapannya, dengan inisiatif-inisiatif dari pemerintah dapat membuka lapangan kerja dan meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Yang pastinya berdampak positif juga nantinya ke asuransi kumpulan, ya,” ucapnya.
Listi juga menekankan pentingnya diplomasi dagang dan kebijakan fiskal untuk mendorong ekonomi nasional. Pihaknya berharap hasil perundingan tarif antara pemerintah RI dan Amerika Serikat (AS) dapat memberikan hasil yang positif sehingga dapat memberikan angin segar bagi pertumbuhan ekonomi.
“Kami juga mengapresiasi berbagai upaya dan inisiatif yang dilakukan pemerintah dalam menarik investasi ke dalam negeri, sehingga membuka lapangan kerja dan meningkatkan pertumbuhan ekonomi Indonesia,” katanya.
Listi mengatakan, salah satu kebijakan yang dinilai positif adalah insentif PPh 21 yang ditanggung pemerintah bagi pekerja dengan gaji Rp10 juta ke bawah yang bekerja di industri padat karya. Menurutnya, inisiatif tersebut akan menopang daya beli masyarakat dan berdampak positif terhadap konsumsi domestik.
Untuk meningkatkan penjualan asuransi kumpulan, Ciputra Life akan fokus pada dua hal utama, yakni pengembangan produk dan peningkatan layanan. Adapun dari sisi produk, Listi mengatakan Ciputra Life akan terus melakukan inovasi untuk memenuhi kebutuhan calon pelanggan.
Dari sisi layanan, lanjut dia, perusahaan berfokus untuk meningkatkan layanan agar lebih mudah, cepat, dan nyaman bagi nasabah melalui berbagai inisiatif digitalisasi, seperti mobile apps, e-card, e-claim, dan lainnya.
Tak hanya menyasar segmen korporasi besar, Ciputra Life juga merancang strategi untuk menjangkau pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM).
“Produk asuransi kesehatan kumpulan [Ciputra Medical Insurance] juga mempunyai benefit khusus untuk para pengusaha UMKM dengan premi kurang dari Rp1 juta per tahun. Strategi ini dirancang untuk mendorong ke segmen UMKM, serta memberikan akses perlindungan bagi usaha kecil, sekaligus membangun fondasi loyalitas dan pertumbuhan nilai polis seiring dengan berkembangnya usaha mereka,” papar Listi.
Pada 2024, premi asuransi jiwa kumpulan tumbuh 12,5% menjadi Rp32,96 triliun, dengan jumlah tertanggung melonjak lebih dari dua kali lipat menjadi 133,05 juta orang. Pertumbuhan tersebut didorong oleh meningkatnya kepesertaan dari perusahaan baru serta meningkatnya kesadaran pelaku usaha terhadap pentingnya perlindungan karyawan di luar program jaminan sosial