Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Kronologi Akseleran Gagal Bayar Rp178,27 Miliar usai 4 Tahun Kredit Macet di Bawah 1%

TWP90 Akseleran saat ini berada di posisi 55,15%. Padahal, ketentuan regulasi TWP90 perusahaan fintech P2P lending yang dapat ditoleransi maksimal hanya 5%.
Karyawan bekerja di kantor Akseleran, Jakarta. / dok. Akseleran
Karyawan bekerja di kantor Akseleran, Jakarta. / dok. Akseleran

Bisnis.com, JAKARTA – Perusahaan penyelenggara fintech P2P lending, PT Akseleran Keuangan Inklusif Indonesia (Akseleran) kini sedang mengalami gagal bayar senilai Rp178,27 miliar.

Dikutip dari laman resmi Akseleran, Tingkat Wanprestasi lebih dari 90 hari atau TWP90 Akseleran saat ini (Senin 23/6/2025) berada di posisi 55,15%. Padahal, dalam ketentuan regulasi TWP90 perusahaan fintech P2P lending yang dapat ditoleransi maksimal hanya 5%.

TWP90 tersebut melesat signifikan. Dari pemberitaan Bisnis sebelumnya, tercatat TWP90 Akseleran per 6 November 2024 masih berada di level 0,35%.

Bahkan, kala itu Ivan Nikolas Tambunan, Komisaris Akseleran Keuangan Inklusif Indonesia (platform Akseleran) mengatakan TWP90 Akseleran dalam empat tahun beruntun dapat dijaga tetap di bawah 1%.

"Di Akseleran TWP90 kami konsisten di bawah 1%. Saya kira sudah empat tahun terakhir lebih. Ini kuncinya ya asesmen pinjaman secara prudent itu," kata Ivan kepada Bisnis pada Selasa (17/12/2024) silam.

Dalam perkembangannya, beberapa penyaluran pinjaman yang dikucurkan Akseleran terganjal gagal bayar yang mayoritas disebabkan perusahaan penerima pinjaman belum mendapat pemasukan dari proyek atau bisnis yang mereka jalankan. Bahkan, beberapa kasus terjadi indikasi fraud.

Berdasarkan dokumen yang diterima Bisnis, hingga 3 Maret 2025 nilai gagal bayar Akseleran mencapai Rp178,27 miliar. Gagal bayar tersebut datang dari enam penerima dana beserta afiliasinya.

Sebanyak enam penerima dana beserta afiliasinya yang mengalami gagal bayar di Akseleran yang pertama adalah PT PDB bersama afiliasinya, dengan jumlah pendanaan mencapai Rp42,29 miliar. PT PDB adalah supplier peralatan pertahanan. Kendala PT PDB belum bisa melunasi gagal bayar adalah karena perusahan sedang menunggu pembayaran.

Dalam rencana pelunasan, PT PDB menargetkan melakukan pembayaran kepada Akseleran pada Maret 2025 sebesar Rp25-30 miliar, kemudian sisanya akan dilunasi pada beberapa bulan berikutnya.

Kedua adalah PT EFI beserta afiliasinya, dengan nilai gagal bayar Rp46,56 miliar. PT EFI merupakan kontraktor EPC (engineering, procurement, construction) yang memiliki kontrak konstruksi sipil dengan suatu perusahaan BUMN dan kontrak proyek mekanikal erector & commissioning untuk pabrik pupuk di Aceh dari suatu perusahaan BUMN. 

Dari informasi yang didapat Akseleran, kendala yang dihadapi EFI adalah karena tidak mendapatkan pembayaran dari pemberi kerja untuk porsi retensi sebesar Rp20,45 miliar dikarenakan keterlambatan pekerjaan sehingga mendapatkan penalty dari pemberi kerja. Untuk proyek kedua, terdapat porsi retensi Rp3,6 miliar yang baru akan dibayarkan dalam 1-2 bulan ke depan, dan kerja tambah senilai Rp9,7 miliar yang saat ini sedang diurus pembayarannya, namun belum jelas status pembayarannya.

Dalam komitmen pelunasan gagal bayar, EFI memberikan jaminan tambahan berupa tanah seluas 1.242 meter persegi senilai Rp6,21 miliar.

Ketiga adalah PT PPD beserta afiliasinya dengan nilai gagal bayar sebesar Rp59,04 miliar. PT PPD merupakan supplier pasir dan batu yang mendapatkan kontrak pada 2020 dari PT Andalan Multi Kencana (AMK) dalam proyek Tol Semarang-Demak.

Kendala yang dihadapi PT PPD adalah perusahaan masih menunggu pembayaran dari PT AMK. Namun, transaksi ini melibatkan dugaan fraud di mana saat ini PT PPD mengakui bahwa kontraknya telah diputus oleh AMK dan dana pinjamannya digunakan untuk pekerjaan lain.  Sementara di sisi lain, Akseleran sedang menempuh proses hukum terhadap permasalahan PT PPD tersebut. 

Keempat adalah PT CPM beserta afiliasinya, dengan pinjaman sebesar Rp9,58 miliar. PT CPM beserta afiliasinya adalah kontraktor dan desain interior yang mendapatkan beberapa kontrak pekerjaan di bidang desain interior.

Kendala PT CPM tidak bisa melunasi pinjaman Akseleran adalah dikarenakan adanya pekerjaan-pekerjaan yang belum selesai dan adanya keterlambatan pengerjaan sehingga pihak pemberi kerja belum melakukan pembayaran kepada PT CPM.

Dokumen tersebut menyatakan bahwa terdapat dugaan fraud yang dilakukan penerima dana dikarenakan hampir keseluruhan proyeknya tidak berjalan dengan semestinya.

Kelima adalah PT ABA beserta afiliasinya dengan pinjaman mencapai Rp15,54 miliar. PT ABA beserta afiliasinya adalah perusahaan konstruksi yang memiliki kontrak jasa pengadaan lahan untuk suatu perusahaan BUMN.

Kendala yang dihadapi PT ABA sehingga belum bisa melunasi pinjaman adalah karena terdapat keterlambatan pembayaran dari pihak pemberi kerja dikarenakan adanya perubahan skema pembayaran. Namun, pembayaran dari pihak pemberi kerja kepada PT ABA tersebut akan dilakukan secara bertahap.

Dalam komitmen pelunasan pinjaman Akseleran, PT ABA saat ini sudah mulai melakukan pembayaran sekitar Rp75-Rp250 juta per minggu untuk mencicil kewajibannya.

Keenam adalah PT IBW beserta afiliasinya dengan pinjaman mencapai Rp5,25 miliar.  PT IBW beserta afiliasinya merupakan perusahaan manufaktur furniture. 

IBW melakukan pinjaman melalui Akseleran untuk melakukan take over asset, namun pada saat dilakukannya take over asset terdapat perubahan skema yang diberikan oleh institusi keuangan terkait, di mana institusi keuangan tersebut melakukan pengurangan atas pencairan pinjaman dengan alasan sisa pencairan akan dibayarkan setelah pengikatan Hak Tanggungan secara sempurna. 

Namun seiring menunggu pengikatan tersebut kondisi keuangan IBW tidak baik sehingga terdapat penurunan kolektabilitas kredit IBW yang menyebabkan tidak dapat turunnya pencairan terakhir dari institusi keuangan tersebut.

Dalam rencana pelunasan gagal bayar kepada Akseleran, IBW berencana melakukan pembayaran sebesar Rp2 miliar dalam 1-2 bulan ke depan, dan selanjutnya dalam bulan-bulan berikutnya.

"Saat ini kami fokus untuk melakukan penagihan ke penerima pinjaman terkait, serta mencoba untuk mencari investor. Harapannya bisa ada recovery untuk para lenders [pemberi dana]," ujar Ivan saat dihubungi Bisnis, Senin (23/6/2025).

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Bisnis Indonesia Premium.

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Bisnis Indonesia Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper