Bisnis.com, JAKARTA – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) bersama Komisi XI DPR RI dalam Rapat Kerja bersama pada Senin 20 Juni 2025 sepakat menunda implementasi SEOJK 7/2025 yang mengatur skema co-payment asuransi kesehatan. Dalam forum tersebut, ada usulan co-payment dapat dikecualikan untuk kalangan masyarakat rentan.
Penundaan tersebut ditetapkan sampai OJK membuat regulasi baru yang lebih mengikat yakni Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK). Dalam rencana awal, co-payment mulai berlaku 1 Januari 2026.
Budi Herawan, Ketua Umum Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI) mengatakan dalam penyusunan POJK baru AAUI melihat ketentuan co-payment dapat tetap dipertahankan sebagai instrumen pengendalian risiko dan edukasi finansial bagi peserta.
"Namun, implementasinya perlu disertai fleksibilitas dan sensitivitas sosial. AAUI setuju apabila diberikan pengecualian khusus bagi kelompok rentan seperti lansia, penyandang disabilitas atau peserta berpenghasilan rendah, selama ada kriteria yang jelas dan pengaturannya tidak mengganggu keseimbangan aktuaria," kata Budi kepada Bisnis, Senin (7/7/2025).
Tidak cuma usulan pengecualian co-payment bagi kelompok rentan, Anggota Komisi XI DPR RI juga mengusulkan kebijakan perusahaan asuransi membuat SOP bahwa ada batas maksimal persentase komisi yang didapat oleh agen asuransi.
Alasannya adalah pemotongan komisi agen asuransi dinilai dapat merampingkan beban akuisisi asuransi kesehatan, sehingga diharapkan dapat meringankan beban yang ditanggung suatu perusahaan asuransi di tengah lonjakan klaim.
Baca Juga
Terkait usulan pemotongan komisi agen tersebut, Budi mengatakan efisiensi biaya akuisisi memang penting, tetapi perlu pendekatan yang seimbang. Menurutnya, komisi agen adalah bagian dari insentif yang mendukung edukasi, layanan dan keberlanjutan jalur distribusi.
"Jika diperlukan penyesuaian, bisa dilakukan melalui restrukturisasi skema komisi berbasis kinerja klaim atau durasi polis, bukan pemotongan sepihak," tegasnya.
Hingga tulisan ini tayang, OJK masih enggan berkomentar kapan POJK baru pengganti SEOJK 7/2025 terbit. Pasalnya, regulasi baru itu akan menentukan apakah skema co-payment tetap berlaku 1 Januari 2026 dengan penyesuaian-penyesuaian.
Ihwal tenggat waktu itu, Budi menilai urgensi pengaturan asuransi kesehatan tetap tinggi, mengingat tren biaya kesehatan dan rasio klaim yang terus meningkat. Namun, keberhasilan implementasi tidak hanya ditentukan oleh waktu, melainkan oleh sejauh mana kebijakan ini dipahami, disepakati dan disiapkan secara teknis oleh seluruh pihak.
Menurutnya, penundaan co-payment merupakan langkah konstruktif selama proses penyusunan POJK benar-benar mengakomodasi masukan industri dan dikomunikasikan secara terbuka kepada seluruh pemangku kepentingan.
Untuk itu, AAUI berharap POJK baru dapat diselesaikan dengan tepat waktu, sehingga implementasi tetap dapat dilakukan per 1 Januari 2026 dengan ketentuan yang lebih proporsional dan realistis.
"Namun jika membutuhkan waktu lebih panjang untuk memastikan kesiapan sistem dan pemahaman publik, maka penyesuaian jadwal implementasi bisa saja dipertimbangkan, dengan tetap menjaga arah kebijakan yang konsisten dan keberlanjutan proteksi peserta," pungkasnya.