Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

LPS: Biaya Pendidikan Awal Tahun Ajaran Baru Bikin Indeks Menabung Turun

LPS mencatat penurunan Indeks Menabung Konsumen pada Juli 2025 akibat meningkatnya biaya pendidikan awal tahun ajaran baru. Meski niat menabung melemah, intensitas menabung naik.
Ilustrasi tabungan pendidikan / dok. Freepik
Ilustrasi tabungan pendidikan / dok. Freepik
Ringkasan Berita
  • Indeks Menabung Konsumen (IMK) pada Juli 2025 turun 1,6 poin ke level 82,2, dipengaruhi oleh meningkatnya pengeluaran rumah tangga untuk biaya pendidikan di awal tahun ajaran baru.
  • Meski IMK melemah, porsi responden yang tidak pernah menabung dan yang menilai jumlah tabungan lebih kecil dari rencana mengalami penurunan, menunjukkan perbaikan dalam kebiasaan menabung.
  • Indeks Kepercayaan Konsumen (IKK) menurun 2,5 poin ke level 96,9, dipengaruhi oleh kenaikan harga sembako dan pupuk, serta anomali iklim yang berdampak pada produksi pangan.

* Ringkasan ini dibantu dengan menggunakan AI

Bisnis.com, JAKARTA — Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) mencatat Indeks Menabung Konsumen (IMK) pada Juli 2025 berada di level 82,2 atau melemah tipis 1,6 poin dibandingkan bulan sebelumnya. Penurunan ini sejalan dengan turunnya Indeks Waktu Menabung (IWM) sebesar 4,7 poin ke level 90,5.

Sementara itu, Indeks Intensitas Menabung (IIM) justru naik 1,4 poin menjadi 73,8. LPS menilai pelemahan niat menabung ini tidak lepas dari meningkatnya pengeluaran rumah tangga untuk biaya pendidikan di awal tahun ajaran baru.

Direktur Group Riset LPS Seto Wardono mengatakan, tren tersebut mencerminkan niat dan intensitas menabung konsumen yang mulai melandai.“Perkembangan ini mencerminkan intensitas dan niat menabung konsumen yang melandai seiring dengan meningkatnya pengeluaran rumah tangga untuk pendidikan pada awal tahun ajaran baru, di tengah pemberian stimulus ekonomi dalam jangka pendek,” ujarnya dalam keterangan tertulis, Minggu (10/8/2025).

Meski secara umum IMK melemah, LPS mencatat porsi responden yang tidak pernah menabung mengalami penurunan dari 26,7% pada Juni menjadi 24,9% pada Juli 2025. Pada periode yang sama, porsi responden yang menilai jumlah tabungan lebih kecil dari rencana juga berkurang, dari 52,5% menjadi 50%.

Pada komponen IWM, persentase responden yang menilai saat ini sebagai waktu yang tepat untuk menabung menurun menjadi 26,4% dari 28,9% pada bulan sebelumnya. Persepsi terhadap tiga bulan mendatang pun ikut melemah dari 42,6% pada Juni menjadi 38,6% pada Juli 2025.

Jika dilihat dari kelompok pendapatan, pergerakan IMK pada sebagian rumah tangga justru tercatat menguat di Juli 2025. Kenaikan tertinggi terjadi pada rumah tangga berpendapatan hingga Rp1,5 juta per bulan yang naik 9,1 poin secara bulanan (month-to-month/mtm). Kenaikan juga terjadi pada kelompok pendapatan di atas Rp1,5 juta sampai dengan Rp3 juta per bulan atau sebesar 3,1 poin.

Namun, IMK kelompok rumah tangga berpendapatan di atas Rp7 juta per bulan tetap konsisten berada di atas level 100 meskipun terkontraksi 8,8 poin. Sementara, kelompok pendapatan di atas Rp3 juta sampai dengan Rp7 juta mengalami pelemahan 3,2 poin.

LPS juga menyoroti perkembangan Indeks Kepercayaan Konsumen (IKK) pada Juli 2025 yang secara keseluruhan menurun 2,5 poin ke level 96,9. 

Penurunan ini dipicu oleh turunnya Indeks Situasi Saat Ini (ISSI) sebesar 3,3 poin dan Indeks Ekspektasi (IE) sebesar 1,9 poin. Meskipun demikian, IE masih berada di atas 100 yang menandakan optimisme konsumen terhadap prospek ekonomi masa depan tetap terjaga.

Khusus kelompok rumah tangga berpendapatan rendah hingga Rp1,5 juta per bulan, IKK justru naik 2,3 poin ke level 100,4 sehingga berada di zona optimis. 

Sebaliknya, IKK kelompok pendapatan menengah dan menengah atas sebagian besar melemah, kecuali kelompok di atas Rp7 juta per bulan yang naik tipis 0,1 poin.

Seto menambahkan, selain pengeluaran pendidikan, penurunan IKK juga dipengaruhi faktor eksternal seperti kenaikan harga sembako dan pupuk yang relatif masih tinggi. 

Anomali iklim yang melanda sejumlah wilayah turut berdampak pada hasil produksi pangan. Bagi petani padi, kondisi ini relatif menguntungkan karena pasokan air irigasi tetap terjaga. Namun, bagi petani hortikultura, kelembaban tinggi menjadi kendala karena tanaman mereka sangat sensitif terhadap kondisi tersebut.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Bisnis Indonesia Premium.

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Bisnis Indonesia Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro