BISNIS.COM, JAKARTA—Penurunan cadangan devisa dalam negeri yang mencapai US$ US$ 7,6 miliar sepanjang Januari sampai Februari tahun ini tidak perlu dikhawatirkan.
Pada akhir Desember 2012, cadangan devisa dalam negeri tercatat US$112,8 miliar. Adapun pada akhir Februari 2013, cadangan devisa tercatat US$105,2 miliar atau setara dengan 5,7 bulan impor.
Difi A. Johansyah, Direktur Kepala Grup Hubungan Masyarakat BI, mengatakan penurunan cadangan devisa itu terutama digunakan untuk stabilisasi nilai tukar. Namun, dia tidak bisa mengungkapkan besaran cadangan devisa yang digunakan sebagai langkah stabilisasi ini.
Telisa Aulia Felianty, Pengamat Ekonomi EC-Think, mengatakan penurunan tersebut merupakan salah satu upaya Bank Indonesia agar nilai tukar rupiah tidak menyentuh level psikologis Rp10.000/US$.
“Penurunan ini [cadangan devisa] untuk intervensi valas jangan dijadikan kepanikan. Langkah BI sudah tepat termasuk untuk mengatasi level psikologis itu,” ujarnya saat dihubungi Bisnis, Kamis (7/3/2013).
Pasalnya, jelas Telisa, kepercayaan pasar terhadap perekonomian Indonesia akan jatuh apabila nilai tukar rupiah melewati level psikologisnya.
Jika dibandingkan dengan 2 tahun sebelumnya, dalam periode sepanjang Januari sampai Februari, cadangan devisa pada 2012 tercatat meningkat sebesar US$2,1 miliar, sedangkan pada 2011 tercatat meningkat sebesar US$3,4 miliar.
Difi mengatakan stabilisasi nilai tukar merupakan fokus utama Bank Indonesia saat ini. Namun, dia enggan mengungkapkan sampai kapan intervensi Bank Indonesia dilakukan untuk menjaga stabilitas nilai tukar.
“Ya aku tidak bisa bilang [jangka waktu intervensi Bank Indonesia]. Pokoknya, kita akan jaga rupiah,” ungkapnya kepada Bisnis, Kamis (7/3/2013).
Sampai dengan Februari 2013, Bank Indonesia mencatatkan rata-rata nilai tukar rupiah berada pada level Rp9.680/US$.
Difi hanya dapat memastikan cadangan devisa dalam negeri masih aman untuk menahan dampak pergerakan ekonomi global yang belum menentu.
Namun, Telisa mengingatkan sebaiknya cadangan devisa dalam negeri tetap dijaga supaya tidak berada di bawah level 5 bulan impor.
“Aturan level warning internasional [untuk cadangan devisa] memang minimal 3 bulan impor, tetapi mungkin lebih aman levelnya dijaga minimal 5 bulan impor,” katanya.
Selain untuk stabilisasi rupiah, Difi juga mengungkapkan penggunaan cadangan devisa juga ditujukan bagi Pertamina untuk suplai impor migas.
Badan Pusat Statistik mencatatkan impor di sektor migas mengalami kenaikan 33,82% pada Januari 2013 dibandingkan periode yang sama tahun lalu.
Telisa mengatakan pemerintah perlu melakukan langkah kebijakan energi yang jelas ke depannya agar bisa ikut menjaga ketersediaan cadangan devisa. (msb)