Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Regulasi Bunga Pinjaman Batasi Bisnis Fintech P2P Lending, AFPI Minta Penghapusan

AFPI merespons penurunan bunga pinjaman secara bertahap dalam beberapa tahun terakhir
Warga mencari informasi tentang pinjaman oniline di Jakarta. Bisnis/Fanny Kusumawardhani
Warga mencari informasi tentang pinjaman oniline di Jakarta. Bisnis/Fanny Kusumawardhani

Bisnis.com, JAKARTA — Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) merespons ketentuan penurunan bunga pinjaman secara bertahap dalam beberapa tahun terakhir yang bisa berdampak signifikan terhadap kinerja bisnis fintech peer-to-peer (P2P) lending alias pinjaman online (pinjol).

Sekretaris Jenderal (Sekjen) AFPI Ronald Andi Kasim menjelaskan pembatasan bunga membuat sejumlah segmen calon peminjam yang dianggap berisiko tinggi tidak lagi bisa dilayani oleh platform P2P lending.

"Bisnis ini satu sisi kita lihat dari volume dulu ya, volume pasti turun. Dengan terjadinya pembatasan batas atas tadi, berarti borrower atau calon borrower yang misalnya risikonya bisa 1% per hari itu sudah nggak bisa kita layani lagi,” kata Ronald usai Konferensi Pers Penjelasan AFPI atas Dugaan Kartel dari KPPU di Jakarta pada Rabu (14/5/2025).

Menurut Ronald, hal tersebut menciptakan ketidaksesuaian antara ekspektasi lender [pemilik dana] dengan profil borrower [nasabah peminjam]. Ronald juga menambahkan bahwa meskipun masyarakat pengguna layanan P2P lending tidak terlalu sensitif terhadap tingkat bunga karena kebutuhan mereka bersifat mendesak, tetap saja penurunan suku bunga hingga ke level 0,3% mulai terasa dampaknya.

"Kami itu maksimum 0,3% terus pinjol ilegal masih 1% itu kan bedanya jauh banget. Berasa kan kami," ungkapnya.

Ronald juga menegaskan bahwa industri justru merasa dirugikan dengan adanya regulasi pembatasan bunga ini. Oleh sebab itu, dia membantah adanya dugaan kartel bunga fintech P2P lending.

"Jadi memang argumen bahwa kami itu mengatur [bunga secara kartel] itu nggak valid. Karena kalau atur kan makin merugikan kami. Bagi kami sih kalau ditanya mendingan nggak diatur gitu. Iya, bebas aja gitu. Supaya semuanya masyarakat bisa kita layani,” katanya.

Sebelumnya, KPPU mengumumkan akan menggelar Sidang Majelis Pemeriksaan Pendahuluan terkait dugaan pelanggaran Pasal 5 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 oleh 97 penyelenggara pinjol yang tergabung dalam AFPI.

Mereka diduga telah menetapkan plafon bunga harian secara bersama-sama, awalnya 0,8% per hari dan kemudian diturunkan menjadi 0,4% per hari pada 2021.

Ketua KPPU M. Fanshurullah Asa menyatakan temuan tersebut menunjukkan adanya praktik pengaturan bersama tingkat bunga yang berpotensi merugikan konsumen dan membatasi ruang kompetisi.

"Kami menemukan adanya pengaturan bersama mengenai tingkat bunga di kalangan pelaku usaha yang tergabung dalam asosiasi selama tahun 2020 hingga 2023. Ini dapat membatasi ruang kompetisi dan merugikan konsumen,” katanya.

Sementara itu, Sunu Widyatmoko, Wakil Ketua Umum AFPI 2019-2020 dan Sekjen AFPI 2020-2023 menyoroti pembatasan bunga membuat konsep dasar inovasi keuangan fintech tidak berjalan.

"Karena buat kami, semakin bunga diturunkan, itu artinya pinjaman yang kami bisa berikan akan berkurang. Kenapa? Karena artinya kami hanya bisa memberikan kepada orang dengan profil risiko yang rendah,” ungkap Sunu.

Meski begitu, industri fintech P2P lending mencatat kinerja solid sepanjang 2024. Berdasarkan data yang dihimpun, industri ini berhasil membukukan laba setelah pajak sebesar Rp1,65 triliun, melonjak 245% dibandingkan Rp478,15 miliar pada 2023. Ekuitas industri juga tumbuh 46% secara tahunan menjadi Rp3,46 triliun.

Sebagai informasi, mulai 1 Januari 2025, bunga pinjaman konsumtif dengan tenor hingga enam bulan ditetapkan sebesar 0,3% per hari, dan untuk tenor lebih dari enam bulan sebesar 0,2% per hari.

Sementara itu, untuk pinjaman produktif mikro dan ultra mikro dengan tenor hingga enam bulan dikenakan bunga 0,275% per hari. Angka ini lebih tinggi dibanding ketentuan SEOJK 19/2023, yang semestinya mematok bunga pinjaman konsumtif sebesar 0,2% dan bunga produktif hanya 0,1%, bahkan turun menjadi 0,067% per Januari 2026.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Bisnis Indonesia Premium.

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Bisnis Indonesia Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper