Bisnis.com, Jakarta— Ruang pelonggaran suku bunga acuan makin terbatas setelah bank sentral menurunkan lima kali dari awal tahun hingga September 2016. Otoritas moneter diperkirakan masih melihat transmisi relaksasi yang telah dilakukan sekaligus memantau perkembangan inflasi hingga akhir tahun.
Bank Indonesia pada bulan lalu telah memangkas 7-day Reverse Repo Rate sebesar 25 basis poin menjadi 5%. Langkah itu diyakini dapat mendorong pemulihan ekonomi domestik lebih cepat.
Ekonom PT Bank Central Asia Tbk. David Sumual mengatakan bank sentral lebih cenderung melihat dampak transmisi kebijakan suku bunga ke perbankan. Namun, kendati kondisi fundamental ekonomi terjaga, ekspektasi terhadap peningkatan inflasi menjadi makin terbatasnya ruang pelonggaran bahkan hingga tahun depan.
Saat ini, tingkat inflasi tahun kalender (year to date) 2016 sebesar 1,97% dan tingkat inflasi tahun ke tahun sebesar 3,07%. Menurutnya, inflasi bisa bergerak naik di sisa tahun ini karena dipicu momen hari raya dan tahun baru.
“Masih ada ruang sebenarnya, inflasi sekitar 3%. Kalau misalnya nanti Oktober sampai Desember inflasi terjaga, eksternal juga memungkinkan, walaupun terbatas untuk memungkinkan [pelonggaran],” katanya.
Dengan adanya penyesuaian tarif bagi pengguna listrik dengan daya 900 volt ampere bagi golongan rumah tangga tahun depan, dia berpendapat inflasi akan melaju tinggi. Hal itu semakin membuat ruang relaksasi suku bunga acuan terbatas.
“Kita ingin inflasi rendah, daya beli masyarakat bagus. Inflasi ke depan cenderung naik, suku bunga ke depan akan sangat terbatas,” ujarnya.
Ekonom PT Bank Permata Tbk. Josua Pardede menuturkan BI akan cenderung menanti konfirmasi dari kelanjutan subsidi listrik yang akan tertuang pada RAPBN 2017. Kepastian pengurangan subsidi listrik akan mempengaruhi proyeksi inflasi tahun depan.
Selain itu, bank sentral juga akan mencermati data ekonomi dalam negeri terutama dari pertumbuhan ekonomi kuartal III/2016 dan arah kebijakan suku bunga AS yang mempengaruhi pergerakan nilai tukar rupiah. Dia menyatakan pelonggaran moneter perlu dikombinasikan dengan kebijakan moneter untuk mendorong kembali pemulihan sisi permintaan perekonomian.
“Transmisi pelonggaran kebijakan moneter belum optimal mendorong sisi permintaan perekonomian yang merupakan penyebab utama lesunya kegiatan dunia usaha dan yang pada akhirnya juga mendorong penurunan kualitas kredit,” ucapnya.