Bisnis.com, JAKARTA — Implementasi skema koordinasi manfaat atau coordination of benefit (CoB) antara BPJS Kesehatan dengan penyedia layanan asuransi swasta belum sesuai ketentuan perundang-undangan.
Hal itu diungkapkan oleh Guru Besar Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia Hasbullah Thabrany.
Menurutnya, selama ini yang berlaku hanyalah koordinasi administrasi antara BPJS Kesehatan dengan penyedia asuransi komersial. "Koordinasi manfaat itu keliru besar. Yang terjadi adalah koordinasi administrasi," ungkapnya kepada Bisnis.com.
Hasbullah mengatakan saat ini implementasi skema itu berarti layanan yang tidak dijamin oleh BPJS Kesehatan, misalnya naik kelas perawatan, pilihan obat yang lebih luas, layanan langsung ke dokter sepesialis tanpa melalui dokter umum, dapat diperoleh melalui asuransi komersial.
“Yang namanya CoB itu kalau benefitnya ditanggung bersama oleh BPJS Kesehatan dan asuransi komersial. Kalau saat ini tidak ada yang ditanggung bersama,” jelasnya.
Hasbullah pun menilai hingga saat ini BPJS Kesehatan sering membuat peraturan-peraturan sendiri tanpa berkoordinasi dengan Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN). Langkah tersebut dinilai justru tidak sejalan kebijakan umum DJSN.
Regulasi internal BPJS Kesehatan yang juga dinilai kurang dikoordinasikan dengan DJSN adalah Peraturan BPJS Kesehatan No. 4/2016 tentnag Petunjuk Teknis Penyelenggaraan Koordinasi Manfaat Dalam Program Jaminan Kesehatan.
Hasbullah mengatakan regulasi sebenarnya menugaskan DJSN untuk mendorong harmonisasi kebijakan umum penyelenggaraan JKN. Dengan begitu, jelasnya, BPJS Kesehatan seharusnya membuat peraturan yang sesuai dengan kebijakan umum DJSN.
“Ini peraturan yang dibuat BPJS sendiri, tanpa konsultasi dengan DJSN menyebabkan masalah besar. Karena itu, DJSN sudah panggil BPJS untuk membenahi.”