Bisnis.com, JAKARTA - Minimnya anggaran dinilai tidak sehrusnya menjadi kendala bagi pemerintah daerah untuk mengintegrasikan program Jaminan Kesehatan Daerah (Jamkesda) ke Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).
Hal itu diungkapkan Koordinator BPJS Watch Timboel Siregar terkait dengan keputusan Pemerintah Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan, yang ingin mengelola program Jamkesda secara mandiri dengan tujuan mengefisienkan anggaran.
Timboel mengakui kemampuan anggaran setiap kabupaten atau kota berbeda. “PAD (pendapatan asli daerah) tiap kabupaten/kota tidak sama, jadi ada daerah yang mampu dan ada juga daerah yang belum mampu menyediakan anggaran untuk meng-cover rakyat miskinnya ke JKN,” ujarnya dalam keterangan tertulis pada Kamis (5/1/2017).
Namun, dia mengatakan kepala daerah semestinya dapat mengambil sejumlah langkah untuk mengatasinya. Salah satunya, ujarnya, meminta dukungan pemerintah pusat untuk mendanai peserta penerima bantuan iuran (PBI) dari APBN.
“Seharusnya masalah anggaran iuran Jamkesda ke BPJS Kesehatan tidak menjadi masalah bila para wali kota/bupati memiliki kemauan politik untuk ikut menyukseskan Program JKN,” ujarnya.
Seperti diketahui, Pemkab Gowa akhirnya memutuskan untuk tidak mengintegrasikan program Jamkesda pada 2017.
Bupati Gowa Adnan Purichta Ichsan mengungkapkan efisiensi anggaran menjadi alasan pihaknya untuk mengelola Jamkesda secara mandiri. Dengan begitu, sekitar 119.000 warga kurang mampu atau masuk kategori peserta PBI tidak lagi ditanggung BPJS Kesehatan.
Sebagai informasi, sebelum melakukan pemutusan Jamkesda Gowa dati BPJS Kesehatan, Bupati Gowa ini telah melakukan Judicial Review (JR) UU No. 24/2011 tentang BPJS ke Mahkamah Konstitusi (MK), yang kini masih berproses di MK. Inti dari JR-nya adalah menghilangkan kewajiban Jamkesda terintegrasi ke BPJS Kesehatan.
Rentan Korupsi
Timboel Siregar juga berpendapat pengelolaan Jamkesda secara mandiri oleh pemda rentan akan terjadinya korupsi.
Dia menjelaskan selama ini proses integrasi Jamkesda ke program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang diselenggarakan BPJS Kesehatan memang masih terkendala problem tersebut.
“Masalah hitung-hitungan anggaran menyebabkan beberapa daerah tidak mengintegrasikan Jamkesda ke JKN,” ungkapnya.
Namun, dia mengatakan penolakan integrasi program pemda ke program nasional bukan hanya karena alasan anggaran semata. Upaya melakukan korupsi anggaran Jamkesda juga ditengarai menjadi alasan kenapa program tersebut ingin dikelola sendiri oleh pemda.
Timboel menjelaskan hal ini dimungkinkan terjadi karena pemda melalui dinas kesehatan akan langsung berhubungan dalam proses pembayaran ke rumah sakit, baik milik daerah maupun swasta.
“Dengan pengelolaan Jamkesda secara langsung oleh pemda maka peluang terjadinya korupsi anggaran relatif terbuka,” tegasnya.