Bisnis.com, JAKARTA - Perubahan iklim dan kerusakan lingkungan turut mengancam stabilitas keuangan, dengan mempengaruhi kualitas kredit yang disalurkan lembaga jasa keuangan, seperti perbankan.
Kepala Tim Implementasi Kebijakan Sistem Pembayaran Bank Indonesia (BI) Provinsi Bali Dinantiar Anditra menyampaikan berdasarkan kajian Bappenas pada 2023, terdapat tiga tantangan pembangunan nasional ke depan, yaitu perubahan iklim, pengelolaan sampah, dan deforestasi.
Pada awal tahun ini, Dinantiar juga menyampaikan, World Economic Forum telah merilis laporan risiko global yang menegaskan bahwa isu lingkungan akan menjadi tantangan utama bagi manusia. Beberapa risiko yang mengemuka antara lain cuaca ekstrem, hilangnya keanekaragaman hayati, dan kelangkaan sumber daya alam.
Adanya sejumlah tantangan tersebut berpengaruh terhadap stabilitas moneter maupun sistem keuangan, misalnya perubahan cuaca ekstrem akan mendorong volatilitas harga pangan karena penurunan hasil pertanian.
"Selain itu, terdapat peningkatan risiko kredit pada sektor yang memiliki risiko ketika terjadi bencana seperti hujan dan banjir, karena akan menurunkan keuntungan, yang pada akhirnya menurunkan kemampuan debitur untuk mengembalikan pembiayaan," ujarnya di Gianyar, Bali, Jumat (22/8/2025).
Adapun, dalam merespons tantangan tersebut, UU No.4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (P2SK) memperkuat fungsi BI dalam bidang makroprudensial, terutama pembiayaan inklusif dan keuangan keberlanjutan.
Baca Juga
Misalnya saja melalui kebijakan pelonggaran loan to value (LTV) perumahan berwawasan hijau maksimal 100% dan batasan uang muka atau down payment kredit kendaraan berwawasan lingkungan hingga 0%. Aturan tersebut tertuang dalam Peraturan Bank Indonesia (PBI) Nomor 23/2/PBI/2021.
Bank Sentral juga turut aktif mengembangkan UMKM hijau di seluruh Indonesia. Untuk wilayah Bali, Dinantiar menyebut dari 538 UMKM di sektor pertanian, sebanyak 152 usaha atau 30% masuk ke kategori hijau.
"BI Bali senantiasa bersinergi dengan Pemerintah Provinsi Bali serta perbankan untuk memberikan bantuan teknis berupa pelatihan dan pendampingan kepada UMKM hijau," katanya.
Aksi Perbankan
Sementara itu, salah satu pelaku industri perbankan, PT Bank Maybank Indonesia Tbk. (BNII) belum lama ini meresmikan inisiatif keberlanjutan Jejak Hijau Desa Sanding: Menuju Masa Depan Netral-Karbon. Inisiatif ini merupakan bagian komitmen perseroan dalam mendukung visi Bali Net Zero Emissions 2045.
Inisiatif ini menjadi langkah konkret Maybank Indonesia dalam mendukung transformasi desa melalui pengelolaan sampah berkelanjutan, edukasi lingkungan, dan pemberdayaan ekonomi masyarakat lokal, sekaligus menjadi model desa netral karbon di Bali.
"Kami percaya bahwa transisi menuju masa depan yang rendah emisi dimulai dari desa. Melalui inisiatif ini, kami ingin membangun harmoni antara manusia dan alam, serta memberdayakan masyarakat secara berkelanjutan. Hal ini sejalan dengan strategi Maybank Group yang berfokus mendorong transisi menuju ekonomi rendah karbon," ujar Presiden Direktur Maybank Indonesia Steffano Ridwan.
Tak hanya itu, perseroan pada tahun ini juga meluncurkan Carbon Calculator (Kalkulator Jejak Karbon) yang digunakan untuk menghitung dan memantau jejak karbon yang dihasilkan dari penyelenggaraan Maybank Marathon 2025.
Dengan Kalkulator Jejak Karbon, Maybank Indonesia mengajak seluruh pihak, mulai dari pelari, panitia, hingga mitra pendukung, untuk bersama memahami dampak lingkungan dari kegiatan serta mengambil bagian dalam upaya nyata menuju maraton yang ramah lingkungan pada 2030.