Bisnis.com, JAKARTA—Pengendalian harga/barang yang diatur pemerintah (administered prices) menjadi tantangan dalam mengukuhkan laju inflasi pada tahun ini.
Permasalahan inflasi pada harga pangan bergejolak akan didampingi dengan kenaikan inflasi administered prices akibat penyesuaian tarif listrik, kenaikan harga bahan bakar minyak, dan kenaikan tarif administrasi surat kendaraan bermotor.
Ekonom PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. Akbar Suwardi mengatakan inflasi bisa ada pada batas atas kisaran pemerintah 4% +-1% dipicu oleh kenaikan di administered prices. Dia mengatakan apabila inflasi sudah tinggi dan kurs juga tertekan dapat menjadi tantangan bagi bank sentral untuk mengambil langkah antara tetap mempertahankan suku bunga acuan atau menaikkannya.
“Apabila dinaikkan suku bunga acuan yang mana artinya monetary stance-nya kembali meningkat maka diperkirakan dapat menekan target pertumbuhan pertumbuhan ekonomim” katanya, di Jakarta, Selasa (31/1/2017).
Semua kondisi tersebut dapat diatasi jauh-jauh hari oleh pemerintah dan bank sentral melalui koordinasi yang baik sehingga target pertumbuhan ekonomi 5,1% di 2017 dapat tercapai bahkan bisa diatas target.
Ekonom PT Bank Mandiri (Persero) Tbk. Andry Asmoro mengatakan sepanjang inflasi masih berada dalam jangkauan target proyeksi yang ditetapkan sebesar 4% +-1%, suku bunga acuan bakal bertengger di level 4,75% hingga akhir tahun.
Namun, apabila inflasi melaju di atas 5%, BI 7-day Reverse Repo Rate memiliki potensi untuk naik tahun ini.
Selain itu, kenaikan suku bunga The Fed akan diikuti oleh keluarnya dana dari dalam negeri. Dia menilai jarak antara suku bunga acuan dengan inflasi harus dijaga agar tetap menarik investor, terlebih real interest rate saat ini masih lebih baik dibandingkan negara lain.
“Selama ini real interest rate Indonesia masih terbaik. Kuncinya di inflasi, sekalinya inflasi jatuh karena pemerintah gagal mengendalikan harga pangan, itu akan berpengaruh,” ujarnya.