Bisnis.com, Jakarta—Bank Indonesia meyakini suku bunga acuan yang saat ini berada di level 4,75% masih memadai untuk menghadapi ketidakpastian kebijakan ekonomi Amerika Serikat dan peluang naiknya Fed Fund Rate tahun ini hingga 50 basis poin.
Juda Agung, Direktur Eksekutif Departemen Kebijakan Ekonomi dan Moneter BI, mengatakan otoritas moneter masih sangat hati-hati menggunakan instrumen BI 7-day Reverse Repo Rate, namun dia menyangkal apabila BI cenderung bias ketat terhadap kebijakan suku bunga acuannya.
Menurutnya, perlahan kebijakan dari Presiden Amerika Serikat semasa kampanye perlahan telah terelisasi dimulai dari kebijakan imigrasi. Fiskal AS yang agresif akan direspons oleh The Fed dengan kenaikan suku bunga acuan sehingga memicu penguatan dolar AS ke depan.
“Dengan risiko inflasi yang masih ada, dan uncertainty global, kita masih hati hatilah menggunakan suku bunga kita, bukan ketat. Kalau ketat kan dinaikkan,” katanya di Jakarta, Selasa (31/1/2017).
Dia memperkirakan The Fed akan menaikkan suku bunga acuannya sebanyak dua kali pada tahun ini masing-masing 25 basis poin. Kenaikan FFR diproyeksikan terjadi pada Juni dan Desember 2017 tersebut telah masuk dalam hitungan asumsi BI termasuk implikasinya ke nilai tukar.
“Kita akan hati-hati di dalam menggunakan suku bunga di bauran kebijakan kita. Bukan ketat, kalau ketat kan berarti dinaikkan, ini sekarang ini masih cukup memadai,” ucapnya.