Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Dana Pemda Terancam Dipindah, Bank Daerah Harus Siapkan Digital Banking

Bank-bank pembangunan daerah punya pekerjaan rumah besar tahun ini. Seiring dengan upaya transparansi anggaran yang digencarkan oleh pemerintah pusat, bank daerah dipaksa meningkatkan infrastruktur kanal elektroniknya jika tidak ingin kehilangan sumber dana utama yang selama ini menopang likuiditas, yakni dana-dana yang disimpan oleh pemerintah daerah.
Ilustrasi APBD/kopel-online.or.id
Ilustrasi APBD/kopel-online.or.id


Bisnis.com, JAKARTA—Bank-bank pembangunan daerah punya pekerjaan rumah besar tahun ini. Seiring dengan upaya transparansi anggaran yang digencarkan oleh pemerintah pusat, bank daerah dipaksa meningkatkan infrastruktur kanal elektroniknya jika tidak ingin kehilangan sumber dana utama yang selama ini menopang likuiditas, yakni dana-dana  yang disimpan oleh pemerintah daerah.

Mulai 1 Januari 2018, seluruh transaksi pengeluaran maupun pemasukan daerah harus dilakukan secara nontunai agar lebih transparan pencatatannya. Regulasi ini tercantum dalam Surat Edaran yang ditandatangani oleh Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo pada 17 April 2017, yang ditujukan kepada kepala daerah tingkat I dan tingkat II.

Memang tak disebutkan secara spesifik bahwa bank yang dimaksud adalah BPD. Namun, mengingat sebagian besar dana Pemda disimpan di BPD, maka secara tidak langsung aturan ini juga mengikat bank-bank daerah.

Sayangnya, niat baik untuk mendorong transparansi penggunaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) tersebut terkendala oleh infrastruktur digital bank-bank daerah yang belum mumpuni. Hal tersebut lantaran sebagian besar bank-bank daerah masih tergolong bank kecil.

Dari total 27 BPD yang ada, baru 3 bank yang masuk kategori Bank Umum Kelompok Usaha (BUKU) III yakni PT Bank Jawa Barat dan Banten Tbk (BJBR), PT Bank DKI dan PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Timur Tbk. (BJTM). Sisanya masuk dalam kategori BUKU I dan II.

Dengan kondisi tersebut maka BPD memiliki keterbatasan dalam menyiapkan infrastruktur dalam penerapan transaksi nontunai. Sebab, menurut regulasi, bank yang masuk dalam kategori bank BUKU I belum diizinkan menyelenggarakan transaksi electronic banking.

 

Apabila bank-bank daerah tidak segera menyesuaikan diri dengan aturan baru ini, ancaman terbesar yang mengintai adalah pemindahan dana Pemda ke bank lain yang mampu menyelenggarakan transaksi keuangan secara digital.

Jika hal tersebut benar-benar terjadi, tentu akan memukul telak kondisi likuiditas bank daerah. Sebab, porsi dana pemda dalam portofolio dana pihak ketiga sejumlah BPD mencapai hingga 80% dari total dana.

“Karena jika tidak segera mematuhi regulasi tersebut, dana milik pemerintah bakal dialihkan ke bank umum milik negara,” kata Analis Eksekutif Senior Deputi Komisioner Pengawas Perbankan IV OJK Roberto Akyuwen, akhir pekan lalu.

Berdasarkan catatan Direktorat Jenderal Bina Keuangan Daerah Kementerian Dalam Negeri, tahun lalu sudah ada beberapa pemda yang menerapkan transaksi nontunai. Tahun ini ditargetkan 80% transaksi yang dilakukan pemda sudah nontunai.

Bank Indonesia pun siap mendukung keinginan Kemendagri untuk menerapkan transaksi nontunai. Deputi Gubernur Bank Indonesia Rosmaya Hadi mengatakan, BPD harus didorong supaya punya infrastruktur digital yang mudah dipakai oleh pegawai Pemda, salah satunya adalah mobile banking.

"Dengan demikian, pegawai tidak perlu lagi datang langsung ke counter bank untuk sekadar memindahkan dana. Makanya percepatan BPD untuk menggunakan digital channel harus diimbangi sebagaimana [bank] BUKU III dan IV," tegasnya.

BI juga punya program bernama Gerakan Nasional Nontunai (GNNT), yang digulirkan sejak Agustus 2014. Program ini bertujuan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat bertransaksi tanpa menggunakan uang tunai.

KESIAPAN BPD

Sebagai respons atas keinginan pemerintah, PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Timur Tbk. (Bank Jatim) menyiapkan dana senilai Rp58 miliar untuk mengembangkan infrastruktur pendukung teknologi informasi pada tahun ini.

Direktur Keuangan Bank Jatim Ferdian Timur Satyagraha mengatakan, pihaknya menyiapkan alokasi anggaran yang cukup besar untuk pengembangan teknologi informasi agar dapat menjawab kebutuhan terhadap penyelenggaraan transaksi nontunai.

"Bank Jatim tahun ini juga mencanangkan e-KD atau keuangan daerah elektronik, di dalamnya terdapat kanal elektronik untuk APBD," katanya kepada Bisnis, Senin (12/2/2018).

Sementara itu, Direktur Utama PT BPD Nusa Tenggara Barat (Bank NTB) Komari Subakir mengatakan, sejak 2013 pihaknya sudah mengembangkan sistem manajemen pembayaran untuk kas daerah. Sistem tersebut terkoneksi dengan Sistem Informasi Manajemen Daerah  (SIMDA) yang dikembangkan oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).

Dengan sistem tersebut pengeluaran dana dari Pemda tercatat secara digital. Begitu pula dengan pihak yang menerima diwajibkan membuka rekening di Bank NTB.

Bahkan, sistem yang dikembangkan tersebut dijadikan 'senjata' oleh Komari untuk meminta suntikan modal dari pemegang saham yang notabene adalah Pemda. Sebab, pada akhir 2012 Bank Indonesia mengeluarkan peraturan bahwa bank yang boleh punya kanal pembayaran elektronik minimal punya modal inti di atas Rp1 triliun.

Sementara itu, jauh sebelum Tjahjo Kumolo meneken aturan yang mewajibkan transaksi APBD dilakukan secara nontunai, PT Bank Pembangunan Daerah Sumatra Utara (Bank Sumut) telah memulai inisiatif untuk memperkenalkan sistem cash management secara nontunai bagi pemda di wilayah tersebut.

Direktur Utama Bank Sumut Eddie Rizlianto mengatakan, sejak diluncurkan pada 2009, telah ada 17 pemda dari total 34 pemda di Sumatra Utara yang telah memanfaatkan sistem tersebut.

“Skalanya akan terus diperluas. Kami juga bekerja sama dengan perusahaan yang bergerak di bidang teknologi finansial,” katanya.

Beradaptasi atau mati. Demikian kredo yang harus diamini dan dijalani oleh perbankan, tak terkecuali bank daerah.  (Ropesta Sitorus)

 
pangan bg

Uji pemahamanmu mengenai aplikasi mobile banking

Apa yang menjadi pertimbangan utama Anda dalam memilih aplikasi mobile banking?

Seberapa sering Anda menggunakan aplikasi mobile banking?

Fitur apa yang paling sering Anda gunakan di aplikasi mobile banking?

Seberapa penting desain antarmuka yang sederhana bagi Anda?

Apa yang membuat Anda merasa nyaman menggunakan aplikasi mobile banking tertentu?

Apakah Anda mempertimbangkan reputasi bank sebelum mengunduh aplikasinya?

Bagaimana Anda menilai pentingnya fitur keamanan tambahan (seperti otentikasi biometrik)?

Fitur inovatif apa yang menurut Anda perlu ditambahkan ke aplikasi mobile banking?

Apakah Anda lebih suka aplikasi yang memiliki banyak fitur atau yang sederhana tetapi fokus pada fungsi utama?

Seberapa penting integrasi aplikasi mobile banking dengan aplikasi lain (misalnya e-wallet atau marketplace)?

Bagaimana cara Anda mengetahui fitur baru pada aplikasi mobile banking yang Anda gunakan?

Apa faktor terbesar yang membuat Anda berpindah ke aplikasi mobile banking lain?

Jika Anda menghadapi masalah teknis saat menggunakan aplikasi, apa yang biasanya Anda lakukan?

Seberapa puas Anda dengan performa aplikasi mobile banking yang saat ini Anda gunakan?

Aplikasi mobile banking apa yang saat ini Anda gunakan?

pangan bg

Terimakasih sudah berpartisipasi

Ajak orang terdekat Anda untuk berpartisipasi dalam kuisioner "Uji pemahamanmu mengenai aplikasi mobile banking"


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Abdul Rahman
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper