Bisnis.com, JAKARTA – Bank sentral Afrika Selatan mungkin akan mempertimbangkan untuk menaikkan suku bunga acuannya, bahkan ketika negara ini sedang berjuang melawan resesi.
Para investor dan ekonom berbeda pandangan soal kemungkinan bahwa para pembuat kebijakan di Negara Pelangi, julukan untuk Afrika Selatan, akan merespons gejolak yang terjadi pada emerging market dalam beberapa waktu terakhir, dengan langkah pertama kenaikan biaya pinjaman di negara itu sejak tahun 2016.
Sejumlah negara seperti Rusia dan Turki telah menaikkan suku bunga acuannya. Terdapat kemungkinan bagi South African Reserve Bank (SARB) untuk mengikuti jejak bank sentral di kedua negara tersebut.
Meski demikian, hanya tiga dari 19 ekonom dalam survei Bloomberg yang memprediksikan penaikan pada pertemuan kebijakan SARB yang berakhir Kamis (20/9/2018). Adapun 16 ekonom lainnya memprediksi suku bunga tetap bertahan di 6,5%.
Bank sentral Afsel itu berjuang menghadapi sejumlah permasalahan seperti pelemahan yang dialami mata uang rand Afsel sebesar 17% terhadap dolar AS sepanjang tahun ini dan inflasi yang mendekati batas atas kisaran targetnya.
Selain itu, ada pula ekspektasi untuk pertumbuhan harga yang lebih cepat serta tekanan untuk meningkatkan suku bunga agar seiring dengan momentum yurisdiksi lainnya. Perekonomian Afsel pun memasuki resesi pertamanya sejak 2009 pada kuartal kedua.
“Kami harus berdamai dengan pelemahan rand dan hal itu dapat mendesak mereka untuk melakukan penaikan,” ujar Abri du Plessis, ekonom di Gryphon Asset Management Ltd., seperti dikutip dari Bloomberg, Rabu (19/9/2018).
“Saya tidak akan mengenyampingkan kemungkinan itu,” lanjutnya, seraya memperkirakan penaikan tingkat suku bunga sebesar 25 basis poin menjadi 6,75%.
Berdasarkan data Bloomberg, nilai tukar rand terpantau lanjut menguat 1,01% ke level 14,75 per dolar AS siang ini pukul 14.25 WIB, setelah berakhir naik tipis 0,08% di posisi 14,90 pada Selasa (18/9).
“Rand kemungkinan ditopang ekspektasi bahwa SARB akan menaikkan suku bunga pada pertemuan kebijakan moneter esok hari,” terang Mpho Tsebe, analis di Rand Merchant Bank in Johannesburg, dalam risetnya.
“Kami memperkirakan rand akan diperdagangkan di kisaran level 14,90 jika SARB tidak melakukan penaikan pada Kamis dan kisaran level 14,20 jika SARB menaikkan suku bunga.”
Di sisi lain, langkah penaikan suku bunga dapat mengurangi peluang pemulihan ekonomi. Pelonggaran kebijakan dapat mengurangi daya tarik aset-aset Afrika Selatan bagi investor yang memburu imbal hasil.
Pekan lalu, bank sentral Rusia menaikkan suku bunga acuannya untuk pertama kalinya dalam empat tahun menjadi 7,5%, sedangkan para pembuat kebijakan bank sentral Turki menaikkan suku bunga sebesar 625 basis poin menjadi 24%.
Masih terhitung satu pekan ke depan sebelum bank sentral AS The Federal Reserve menggelar pertemuan kebijakan moneter berikutnya.
The Fed diperkirakan akan menaikkan suku bunga untuk yang ketiga kalinya sepanjang tahun ini. Langkah tersebut dapat kembali memicu aksi jual aset-aset emerging market sekaligus memukul mata uang rand lebih lanjut.