Bisnis.com, JAKARTA - Sejumlah bankir melakukan Rapat Dengar Pendapat dengan Komisi XI DPR RI hari ini, Kamis (28/11/2019). Mereka mengadu mengenai kondisi industri perbankan yang mengalami perlambatan pertumbuhan hingga lambannya respons belanja pemerintah.
Hadir dalam rapat itu direksi dari PT Bank Central Asia Tbk., PT Bank CIMB Niaga Tbk., PT Bank Mega Tbk., PT Bank Permata Tbk., dan PT Bank Pan Indonesia Tbk.
Presiden Direktur BCA Jahja Setiaatmadja menyampaikan kinerja perseroan sepanjang Januari-September 2019 tergolong cukup baik, bahkan di atas industri perbankan.
"Kredit dan dana pihak ketiga kami tumbuh lebih baik. Kami terus menjaga kinerja positif ini," katanya, dalam RDP Komisi XI DPR, Kamis (28/11/2019).
Jahja memaparkan pertumbuhan bersih kredit perseroan tumbuh sekitar 6%, lebih tinggi dibandingkan dengan industri perbankan yang hanya sekitar 3% secara tahun berjalan.
Hal serupa juga terjadi dengan pada komponen dana pihak ketiga emiten berkode BBCA ini.
Baca Juga
Menurut Jahja, pertumbuhan kredit tersebut masih rendah. Namun hal tersebut sudah tergolong baik, karena perseroan pun tak mampu mengambil risiko terlalu tinggi dengan kondisi ekonomi dan likuiditas yang masih rentan.
Dari sisi ekonomi, dia menjelaskan beberapa perlambatan operasional dari para pelaku usaha terlihat cukup jelas. Hal ini membuat kebutuhan kredit juga tidak mampu digenjot terlalu tinggi.
"Kalau di pasang target tinggi bisa. tetapi kami kan tidak bisa memastikan target tinggi itu berkualitas," katanya.
Dari sisi likuiditas, dia menyampaikan persaingan penghimpunan dana masyarakat dengan pemerintah tergolong cukup ketat.
"Kami mendukung setiap kebijakan pemerintah. Kami juga menjadi agen penjual SBN. Tetapi ketika kami jual SBN, 30% dananya itu berada dari DPK kami," katanya.
Hal ini semakin diperparah, dengan tipe belanja pemerintah yang mempunyai time lag cukup panjang. "Ketika pemerintah serap dana, itu kan tidak langsung belanja. Ketika belanja pun itu ada komponen impor yang artinya ada dana yang keluar ke luar negeri," ujarnya.
Jahja menyampaikan, pada tahun depan, perseroan juga hanya mampu menargetkan pertumbuhan kredit 8%. "Tetapi jika ada proyek infrastruktur yang bagus, dan usaha mikro kecil menengah yang berkualitas, maka kami siap menyalurkan kredit," tegasnya.