Bank hasil penggabungan bernama PT Bank Syariah Indonesia Tbk., sekaligus menjadi nama baru PT Bank BRIsyariah Tbk. sebagai bank penerima penggabungan. Perdagangan efek PT Bank Syariah Indonesia Tbk. di Bursa Efek Indonesia tetap menggunakan kode BRIS.
Presiden Joko Widodo dijadwalkan akan meresmikan PT Bank Syariah Indonesia Tbk., pada hari ini (1/2/2021) pukul 13.30 WIB di Istana Negara.
Sampai dengan Desember 2020, total aset Bank Syariah Indonesia mencapai Rp239,56 triliun. Adapun, total aset bank umum syariah per November 2020 sebesar Rp387,48 triliun. Dengan demikian, aset BSI setidaknya mendominasi 61,82 persen aset bank umum syariah secara keseluruhan.
Dari sisi pembiayaan, Bank Syariah Indonesia mencatat total pembiayaan sebesar Rp156,51 triliun per Desember 2020. Nilai ini menguasai 63,72 persen dari total pembiayaan bank umum syariah, yang per per November 2020 mencapai Rp245,60 triliun.
Dari sisi pendanaan, Bank Syariah Indonesia mencatat dana pihak ketiga (DPK) yang berhasil dihimpun mencapai Rp209,98 triliun atau 66,35 persen dari total himpunan simpanan bank umum syariah per November 2020 yang mencapai Rp316,46 triliun.
Demikian pula dari sisi laba, Bank Syariah Indonesia mencatatkan laba Rp2,19 triliun per Desember 2020, sedangkan laba bank umum syariah per November 2020 sebesar Rp3,3 triliun. Dari sini, BRIS mendominasi 66,36 persen dari total laba bank umum syariah.
Setelah diresmikan hari ini, bank hasil merger memiliki modal Rp22,61 triliun atau bank BUKU 3.
Meski market share bank hasil merger menguasai mayoritas pangsa pasar perbankan syariah, tetapi ini tidak menjadi kekhawatiran pelaku industri perbankan syariah lainnya.
Direktur Syariah Banking CIMB Niaga Pandji P. Djajanegara pada Desember kemarin mengatakan merger bank syariah sekaligus menjadi promosi gratis bagi industri perbankan syariah.
"Merger bank ini memberikan aura yang positif untuk perbankan syariah. Ini membuat kami happy," katanya pada 7 Desember 2020.
Gedung berlogo Bank Syariah Indonesia yang berada di Jalan Gatot Subroto, Jakarta, Minggu (31/1/2021). Bisnis/Arief Hermawan P
Menurutnya, bank syariah hasil merger dinilai tidak akan menutup peluang perseroan dalam menggarap pasar keuangan syariah. Sebab, market share perbankan syariah baru mencapai 6 persen terhadap total industri perbankan nasional.
Artinya, peluang perbankan syariah untuk menggarap pasar nasional masih sangat besar. Di samping itu, masing-masing bank syariah memiliki keunggulan dan segmen pasar yang berbeda.
"Kami lihat adanya merger perbankan ini, selain memberikan aura yang positif ke perbankan syariah, ini juga memberikan iklim kompetisi yang positif, sehingga kami akan meningkatkan aspek kompetitifnya," imbuhnya.
Berdasarkan SPI OJK per November 2020, total aset bank umum sebesar Rp9.053 triliun. Dengan demikian, sumbangan bank umum syariah terhadap total aset perbankan nasional sebesar 4,28 persen.
Direktur Pusat Studi Bisnis dan Ekonomi Syariah Institute Pertanian Bogor (CIEST-IPB) Irfan Syauqi Beik mengatakan merger ini tidak menaikkan market share bank umum syariah di industri perbankan nasional. Namun, adanya merger ini akan mendorong pangsa pasar bank umum syariah dalam jangka panjang.
Dengan merger, bank syariah BUMN itu memiliki kemampuan pelayanan pembiayaan yang lebih besar dan kapasitas untuk menarik DPK lebih banyak melalui pemanfaatan teknologi menjadi lebih besar.
"Sehingga proses untuk bisa meningkatkan market share bank syariah itu perlu waktu. Ini akan naik melalui bisnis proses yang dilakukan," katanya dihubungi Minggu (31/1/2021).
Lebih lanjut, Irfan menambahkan market share perbankan syariah akan meningkat juga didorong konversi sejumlah BPD dari konvensional menjadi syariah.
Di antaranya PT Bank Riau Kepri yang sedang memproses izin perubahan kegiatan usaha dari bank konvensional menjadi bank syariah. Demikian pula, PT Bank Pembangunan Daerah Sumatera Barat (Bank Nagari) dalam proses penyiapan persyaratan untuk menjadi bank syariah yang ditargetkan paling lambat kuartal IV/2021.