Bisnis.com, JAKARTA - Pandemi Covid-19 berdampak luas, tidak hanya pada kesehatan manusia tetapi juga perekonomian berupa gangguan pada program penghapusan kemiskinan dan menghambat kemajuan pada tujuan pembangunan berkelanjutan. Pandemi telah menyebar ke seluruh dunia.
Kekhawatiran telah bergeser dari masalah permintaan dan penawaran sisi manufaktur ke penurunan bisnis di sektor jasa. Pandemi menyebabkan resesi global.
Di sisi lain, pandemi juga membawa dampak positif bagi lingkungan dan iklim. Pengurangan global dalam aktivitas manusia modern seperti berkurangnya aktivitas perjalanan telah menyebabkan penurunan besar polusi udara dan polusi air di banyak wilayah.
Pengurangan aktivitas ekonomi membantu dalam mengurangi pemanasan global serta polusi udara dan laut, yang memungkinkan lingkungan berkembang secara perlahan.
Pandemi telah memaksa adanya perubahan rencana secara global. Berbagai bentuk kegiatan, olahraga, dan teknologi telah dibatalkan atau diubah menjadi online. Adapun, dampak moneter pada industri dan perdagangan belum dapat secara tepat diperkirakan.
Pemanfaatan teknologi informasi (IT) merasuk ke hampir semua aspek kehidupan manusia. Tidak dipungkiri perkembangan ini ditengarai telah meningkatkan produktifitas yang tinggi dengan efisiensi yang berlipat pula.
Baca Juga
Gangguan ekonomi menyebabkan kepercayaan pada mata uang terkuat di dunia mulai beralih sebagai akibat kecerobohan pengelolaan moneter oleh bank sentral mereka. Dolar Amerika yang tadinya dianggap paling resilience mulai ditinggalkan.
Dunia dihadapkan pada kondisi untuk mencari keseimbangan baru melalui deal-deal ekonomi moneter dengan terus bernegosiasi dan melakukan simulasi secara rill. Pasalnya, mereka sendiri belum memiliki data historis yang memadai dalam melakukan perdagangan internasional dengan menggunakan mata uang non dolar AS.
Kondisi moneter dunia diperparah oleh peran swasta yang mencoba memperkenalkan mata uang crypto agar dijadikan standar perdagangan internasional. Mata uang ini tidak bertuan, tidak ada sebuah bank sentral yang mem-back up nya.
Celah ini coba dimanfaatkan oleh perusahaan multinasional yang karena penguasaan teknologi IT-nya telah berhasil menjadi perusahaan berkapitalisasi amat besar. Namun, nyatanya niat untuk menguasai salah satu crypto currency (bitcoin) tersebut hanya suatu tindakan spekulasi dengan cara membeli di bawah, di angkat dan kemudian dilepas untuk ambil untung.
Di tengah pemulihan dan berusaha tetap survive, sistem ekonomi di berbagai belahan dunia dicirikan dengan ketidakpastian yang luas dan signifikan.
Prakiraan ekonomi dan konsensus di antara para ahli makroekonomi menunjukkan ketidaksepakatan yang signifikan pada tingkat keseluruhan, efek jangka panjang dan pemulihan yang diproyeksikan. Orang masih belum mengetahui kapan pandemi berakhir.
Pandemi Covid-19 telah memberikan peringatan brutal tentang perlunya memperkuat ketahanan masyarakat kita secara keseluruhan. Pihak otoritas dihadapkan pada dilema antara mengelola krisis dan bergerak maju dengan agenda keuangan berkelanjutan.
Mengambil peluang demi membangun keunggulan kompetitif dan untuk memobilisasi modal swasta dalam mendukung pemulihan ekonomi atau memikirkan kerangka ekonomi yang dapat menggabungkan keluar dari krisis dan secara bersamaan mendorong pertumbuhan ekonomi berkelanjutan.
Tidak diragukan lagi, keputusan yang dibuat dalam situasi saat ini dapat membentuk ekonomi riil dan ekosistem keuangan selama bertahun-tahun ke depan. Oleh karena itu, ada urgensi untuk 'melakukannya dengan benar' oleh berbagai pemangku kepentingan.
Di industri keuangan, berbicara tentang sustainability finance, kita akan fokus pada pembiayaan yang terkait dengan environment, social dan governance (ESG). Pihak berwenang di Indonesia (Bank Indonesia dan OJK) telah meresponnya, di antaranya dengan menerbitkan POJK No 51 /POJK.03/2017 tentang penerapan keuangan berkelanjutan bagi lembaga jasa keuangan, emiten dan perusahaan publik, dan membuat roadmap pembiayaan proyek berbasis keuangan berkelanjutan, baik melalui perbankan (kredit ) atau melalui pasar modal (ketentuan penerbitan green bond).
Beberapa bank umum juga harus mengantisipasi dan merespons positif terhadap kesinambungan keuangan ini. Namun terkait dengan implementasi ESG, kita dihadapkan pada beberapa tantangan, yaitu standarisasi dan pelaporan yang perlu disediakan untuk digunakan sebagai dasar pengukuran pelaksanaannya di semua tingkat kegiatan usaha.
Tak kalah penting adalah kualitas informasi ESG yang dapat diakses oleh semua pihak, sehingga perlu dibangun pendekatan big data yang membutuhkan metode kuantitatif lebih baik.
Untuk mencegah praktik pendanaan atau investasi pada kegiatan usaha yang menyebabkan kerusakan lingkungan, perlu dibangun web komunitas dengan pendekatan blockchain yang berisi peta dan perkembangan implementasi ESG.
Arsitektur ini akan memberikan manfaat bagi regulator dalam menetapkan kebijakan dan peraturan. Manfaat yang sama juga dapat dirasakan oleh pasar, masyarakat, pekerja, tanggung jawab sosial perusahaan, dan aktivitas lain yang terkait dengan rantai pasokan (kode etik green supply chain).