Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan (SNLIK) 2022 menunjukkan indeks literasi keuangan syariah masyarakat Indonesia meningkat dari 8,93 persen pada 2019 menjadi 9,14 persen pada 2022.
Sementara itu, tingkat inklusi keuangan syariah juga menunjukkan peningkatan menjadi 12,12 persen pada 2022 dari sebelumnya 9,10 persen pada periode survei pada 2019.
Di sisi lain, survei Bank Indonesia tahun 2022 menyebutkan, indeks literasi ekonomi dan keuangan syariah nasional baru mencapai 23,3% dengan peningkatan yang juga di bawah 5 persen jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya yaitu 20,1%.
“Sehingga, sekali lagi kunci paling utama dalam bisnis adalah keuntungan sehingga untuk mendongkrak [minat] dalam hal ini apakah konsumen merasa lebih diuntungkan dengan produk-produk syariah atau tidak. Ada beberapa produk syariah lebih mahal daripada produk konvensional,” katanya saat dihubungi, Jumat (7/4/2023).
Kendati demikian, dia melanjutkan bahwa kondisi tersebut membuat masyarakat memang harus lebih mengenal lebih jauh lagi mengenal perbankan berbasis syariah lewat berbagai literasi.
“Masalah lain saat ini untuk produk syariah adalah lebih banyak produk syariah adalah produk impor. Maka, jika ingin mendorong pertumbuhan syariah maka industri produk syariah juga harus diperkuat selain memperhatikan literasi dan edukasi di lapangan,” tuturnya.
Baca Juga
Sementara itu, Ketua Dewan Pengawas Syariah (DPS) Prudential Syariah AH Azharuddin Lathif melihat selama beberapa tahun ke belakang program KDEKS dinilai cukup efektif untuk meningkatkan literasi ekonomi dan keuangan syariah di Tanah Air. Hal ini dibuktikan dengan angka yang terus bertumbuh setiap tahunnya.
“KDEKS sejauh ini sangat potensial karena kalau hanya terfokus di tingkat pusat melalui KNEKS pihak yang menikmati dan teredukasi oleh ekonomi dan keuangan syariah hanyalah kalangan menengah ke atas. Bahkan, program dengan melibatkan Kepala Daerah ini dapat mempercepat hingga 5–10 persen pertumbuhan indeks literasi keuangan syariah dalam 10 tahun ke depan,” tuturnya kepada Bisnis, Jumat (7/4/2023).
Dia menjelaskan pertumbuhan yang lambat tetapi pasti ditengarai oleh pemahaman masyarakat selama ini masyarakat lebih banyak mempelajari syariah dalam aspek ibadah, sedangkan aspek bisnis jarang tersentuh dan ditekankan oleh pihak terkait.
“Apalagi, memang di sekolah untuk pelajaran ekonomi dan keuangan syariah masih belum merata untuk diajarkan kepada pelajar sehingga ilmu ini masih awam,” katanya.
Selain itu, dia melihat bahwa daya beli masyarakat saat ini masih terbatas mengingat kondisi ekonomi di tingkat global pun tengah dalam keadaan yang tak pasti sehingga untuk mengenali produk keuangan syariah tak dapat tumbuh terjal dengan instan, mengingat daya beli juga yang masih dalam tahap pemulihan pasca pandemi Covid-19.
Sepakat, Presiden Komisaris Prudential Syariah Bambang Brodjonegoro meyakini bahwa secara perlahan ekonomi dan keuangan syariah terus memperlihatkan tajinya, dimana program Pemerintah jadi salah satu akselerator yang membantu mewujudkannya.
Menurutnya, sejak spin-off pada tahun lalu, Prudential Syariah membukukan total aset sebesar Rp 6,7 triliun dan mencatatkan risk-based capital (RBC) Dana Tabarru sebesar 249 persen.
Bahkan, setelah setahun resmi menjadi entitas terpisah, dia melihat bahwa masyarakat kian tertarik dengan produk syariah, dimana perusahaan pun telah menempati posisi pertama sebagai perusahaan asuransi jiwa syariah dengan market share dana tabarru sebesar 39 persen, serta market share dari sisi aset sebesar 21 persen.
“Jumlah penduduk beragama Islam di Indonesia mencapai 87,2 persen dari total populasi pada 2021. Angka ini menandakan bahwa Indonesia memiliki potensi yang sangat besar untuk mengembangkan sektor ekonomi Syariah,” pungkas Bambang.