Bisnis.com, JAKARTA - Inklusi keuangan menjadi salah satu pilar penting untuk mendukung peningkatan kualitas pertumbuhan ekonomi Indonesia. Ini mengingat, inklusi keuangan akan meningkatkan pemerataan terhadap akses sumber daya keuangan kepada masyarakat secara lebih luas. Namun, dalam realitasnya masih banyak masyarakat yang tidak memiliki akses ke layanan keuangan, terutama layanan pembiayaan (financing). Pada umumnya, mereka merupakan masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) yang unbankable atau underbanked yang berasal dari kelompok pekerja informal.
Salah satu penyebabnya adalah perbankan masih mengalami kesulitan dalam menyalurkan pembiayaan kepada kelompok MBR ini. Ini mengingat, tidak terpolanya penghasilan dari para MBR informal.
Di sisi lain, metode penilaian kapasitas meminjam (borrowing capacity) terhadap kelompok MBR informal yang tersedia belum mampu menangkap potensi kemampuan membayar kelompok MBR informal. Situasi ini pada akhirnya menurunkan risk appetite perbankan sehingga meningkatkan ekspektasi risiko terjadinya kredit macet di kemudian hari pada kelompok MBR informal ini.
Padahal, bila dilakukan profilling secara lebih spesifik, sebenarnya cukup banyak dari kelompok MBR informal ini memiliki kapasitas membayar yang relatif cukup baik. Terlebih lagi, bila skim pembiayaan terhadap MBR informal ini dikombinasikan dengan skim dukungan fiskal dari pemerintah.
Untuk mengatasi keterbatasan tersebut tentunya dibutuhkan tools yang dapat menjangkau karakteristik nasabah yang berada dalam kelompok MBR informal tersebut. Salah satunya adalah dengan penerapan credit scoring yang lebih inovatif dan efektif.
Credit scoring adalah metode yang digunakan oleh lembaga keuangan untuk menilai risiko kredit dan kemampuan seseorang dalam membayar pinjaman. Penerapan credit scoring yang baik dapat membantu meningkatkan efisiensi dan meminimalkan risiko kredit macet dalam sektor keuangan.
Namun, sayangnya metode credit scoring yang tersedia di lembaga keuangan saat ini, khususnya di perbankan, belum mengakomodir karakteristik dan kebutuhan kelompok MBR informal yang pada umumnya unbankable atau underbanked.
TEKNOLOGI AI
Untuk mengatasi hal ini, perlu adanya inovasi dalam penerapan credit scoring agar lebih efektif dan mampu menjadi solusi dalam meningkatkan inklusi keuangan di Indonesia. Salah satu inovasi yang dapat dilakukan adalah dengan memanfaatkan teknologi kecerdasan buatan (artificial intelligence/AI) dan big data.
Dalam hal ini, AI dapat digunakan untuk mengumpulkan dan menganalisis data yang lebih lengkap dan akurat, sehingga dapat memberikan informasi yang lebih tepat dan akurat dalam pengambilan keputusan kredit.
Penggunaan teknologi AI dalam penerapan credit scoring juga dapat meningkatkan efektivitas dan akurasi dalam pengambilan keputusan kredit. Dengan teknologi AI, lembaga keuangan dapat mengidentifikasi dan mengevaluasi faktor risiko yang lebih kompleks dan tepat, seperti faktor sosial dan demografis, sehingga dapat memperluas akses keuangan bagi masyarakat yang dianggap unbankable atau underbanked.
Terlebih lagi, penetrasi transaksi pembayaran secara cashless sudah makin masif sehingga dapat menjadi basis penerapan credit scoring dengan menggunakan big data. Melalui pendekatan ini maka kapasitas calon nasabah tidak lagi didasarkan pada pendapatan (income) namun dapat diukur melalui kapasitas belanja atau pengeluaran mereka, terutama pada kelompok pekerja informal.
Meskipun demikian, penggunaan teknologi AI dalam penerapan credit scoring juga perlu diimbangi dengan pengaturan dan pengawasan yang baik.
OJK sebagai regulator dalam sektor keuangan dapat memastikan bahwa lembaga keuangan yang menerapkan credit scoring inovatif dengan menggunakan teknologi AI sudah memenuhi persyaratan dan standar yang ditetapkan. Memang terdapat kendala bahwa tidak semua lembaga keuangan memiliki kompetensi yang relatif sama dalam pengembangan AI.
Sehubungan dengan hal itu, penulis mengusulkan OJK seyogianya memfasilitasinya melalui pembinaan dan penyiapan modul-modul baku yang relevan dengan pengembangan internal credit scoring berbasis teknologi AI dan big data bagi lembaga keuangan yang relatif tertinggal dalam teknologi informasi. Penerapan credit scoring yang inovatif juga dapat membantu lembaga keuangan dalam meminimalkan risiko kredit macet.
Dengan penggunaan teknologi AI, lembaga keuangan dapat memperoleh informasi yang lebih lengkap dan akurat dalam menilai risiko kredit. Informasi ini mencakup faktor-faktor seperti histori kredit, histori transaksi, kestabilan pekerjaan, latar belakang pendidikan, dan faktor-faktor sosial dan demografis lainnya yang dapat memengaruhi kemampuan seseorang dalam membayar pinjamannya.
Dengan informasi yang lebih lengkap dan akurat, lembaga keuangan dapat membuat keputusan kredit yang lebih tepat dan mengurangi risiko kredit macet. Hal ini dapat membantu meminimalkan kerugian bagi lembaga keuangan dan mengoptimalkan efisiensi dalam sektor keuangan dan dapat mengakselerasi inklusi keuangan kepada seluruh masyarakat.