Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Menilik Tren Investasi Asuransi Jiwa ke Efek Beragun Aset (EBA)

Penempatan investasi asuransi jiwa konvensional ke EBA turun 30,30 persen (yoy) dari Rp293,1 miliar pada April 2022 menjadi Rp204,3 miliar pada April 2023.
Karyawati beraktivitas di dekat logo-logo perusahaan asuransi di kantor Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI) di Jakarta./ Bisnis/Arief Hermawan P
Karyawati beraktivitas di dekat logo-logo perusahaan asuransi di kantor Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI) di Jakarta./ Bisnis/Arief Hermawan P

Bisnis.com, JAKARTA — Tren penempatan investasi perusahaan asuransi jiwa konvensional pada instrumen Efek Beragun Aset (EBA) terpantau semakin menyusut sejak empat tahun terakhir, sejak April 2020–April 2023.

Berdasarkan data Statistik Asuransi yang dipublikasikan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) periode April 2023 pada 5 Juni 2023, penempatan investasi asuransi jiwa konvensional ke EBA turun 30,30 persen secara tahunan (year-on-year/yoy) dari Rp293,1 miliar pada April 2022 menjadi Rp204,3 miliar pada April 2023.

Pada April 2020 misalnya, penempatan investasi asuransi jiwa ke EBA pernah mencapai Rp425,18 miliar. Namun, pada periode yang sama tahun selanjutnya turun menjadi Rp383,2 miliar. Bahkan, penempatan investasi ke EBA sempat membukukan Rp203,11 miliar pada 2019, meski pada 2020 mengalami pertumbuhan.

Kepala Departemen Pengawasan Asuransi dan Jasa Penunjang IKNB OJK Dewi Astuti mengatakan bahwa saat ini belum banyak perusahaan asuran jiwa yang menempatkan investasinya pada instrumen EBA.

“Berdasarkan data kami per Desember 2022, kami mencatat saat ini hanya terdapat 4 perusahaan asuransi jiwa yang menempatkan dananya di EBA,” kata Dewi kepada Bisnis, Selasa (20/6/2023).

Namun, lanjut Dewi, dari empat perusahaan tersebut secara total investasinya hanya didominasi oleh 1 perusahaan asuransi jiwa. Sedangkan 3 perusahaan asuransi jiwa lainnya relatif masih sangat kecil nilai investasinya.

Dewi menjelaskan penyebab pertama dari rendahnya penempatan investasi ke EBA adalah karena dari sisi profil produknya yang masih didominasi oleh produk Produk Asuransi Yang Dikaitkan dengan Investasi (PAYDI) alias unit-linked.

“Investasi EBA [Efek Beragun Aset] belum menjadi pilihan utama dari pemegang polis, karena pemegang polis masih lebih memilih investasi saham dan obligasi,” ungkapnya.

Kedua, dari sisi penerbit EBA. Dewi menilai bahwa penerbit EBA perlu melakukan sosialisasi yang lebih intens untuk memperkenalkan produk EBA, terutama yield (imbal hasil) yang akan diperoleh, kemudahan pencairan investasi sewaktu-waktu, maupun dari sisi keamanannya.

Kendati demikian, Dewi menjelaskan bahwa penurunan investasi pada instrumen EBA tidak disebabkan karena hal-hal khusus, baik dari sisi instrumen EBA maupun dari sisi makro ekonomi.

“Penurunan investasi pada instrumen EBA melainkan lebih disebabkan oleh strategi investasi masing-masing perusahaan,” tambahnya.

Jika merujuk Peraturan OJK (POJK) Nomor 5 Tahun 2023 tentang Perubahan Kedua Atas POJK Nomor 71 Tahun 2016 tentang Kesehatan Keuangan Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi, terdapat pembatasan atas aset yang diperkenankan dalam bentuk investasi yang mengatur tentang EBA.

Beleid itu tercantum pada Pasal 11 ayat (1) huruf i, yakni investasi berupa efek beragun aset (EBA) untuk setiap manajer investasi paling tinggi 10 persen dari jumlah investasi dan seluruhnya paling tinggi 20 persen dari total investasi perusahaan asuransi.

Namun, sambung dia, batasan tersebut masih relatif longgar jika dibandingkan dengan total investasi industri asuransi jiwa pada instrumen investasi EBA.

“Artinya sekarang ini kuncinya berada di para penerbit EBA bagaimana strategi yang akan dilakukan untuk dapat meyakinkan perusahaan asuransi jiwa untuk mulai melirik EBA sebagai salah satu alternatif investasi yang menguntungkan dan tentunya aman,” jelas dia.

Risiko Investasi

Pengamat asuransi yang juga dosen program MM-Fakultas Ekonomika dan Bisnis UGM Kapler Marpaung menuturkan bahwa EBA sama halnya dengan jenis investasi lainnya yang tetap memiliki risiko investasi.

Menurutnya, merosotnya penempatan EBA hingga menyentuh 30,30 persen yoy lantaran turunnya tingkat return atau uang yang dihasilkan. “Mengingat return EBA tidak tetap atau fluktuatif, di samping mungkin perusahaan asuransi atau reasuransi melihat investasi EBA tingkat risikonya agak tinggi saat ini,” ujar Kapler kepada Bisnis, Selasa (20/6/2023).

Selain itu, Kapler menambahkan bahwa EBA juga tetap memiliki risiko, yaitu debitur mengalami kerugian usaha atau bangkrut sehingga terjadi keterlambatan pembayaran.

Risiko selanjutnya adalah EBA lebih fluktuatif tergantung tingkat suku bunga. Kapler menjelaskan apabila tingkat suku bunga baik, maka akan menyebabkan return EBA turun. Adapun risiko lainnya adalah terjadinya early call, yaitu pelunasan utang (yang dijaminkan) dibayar lebih awal.

“Alasan lain menurut saya perusahaan asuransi saat ini lebih berorientasi kepada jenis investasi yang lebih aman dan tingkat hasil yang lebih pasti atau minimal terukur,” katanya.

Di samping itu, Kapler menuturkan bahwa OJK sebagai regulator juga meminta perusahaan asuransi atau reasuransi memperhatikan prinsip kehati-hatian dalam berinvestasi.

Sama yang disampaikan OJK sebelumnya, bahwa hanya terdapat empat perusahaan asuransi jiwa yang menempatkan investasinya di instrumen EBA. Sedangkan sisanya belum meletakkan investasi di instrumen efek beragun aset.

PT BNI Life Insurance atau BNI Life misalnya, menyampaikan bahwa untuk saat ini di BNI Life belum ada penempatan investasi ke EBA

“BNI Life untuk 1–3 tahun ke depan belum berencana menempatkan investasi ke EBA,” ungkap Direktur Keuangan BNI Life Eben Eser Nainggolan kepada Bisnis.

Pasalnya, anak usaha PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk. (BBNI) itu melihat bahwa penempatan investasi perusahaan lebih menarik jika ditempatkan di instrumen obligasi.

“Dari sisi risiko dan tingkat pengembaliannya masih lebih menarik bonds,” pungkas Eben.

 
pangan bg

Uji pemahamanmu mengenai aplikasi mobile banking

Apa yang menjadi pertimbangan utama Anda dalam memilih aplikasi mobile banking?

Seberapa sering Anda menggunakan aplikasi mobile banking?

Fitur apa yang paling sering Anda gunakan di aplikasi mobile banking?

Seberapa penting desain antarmuka yang sederhana bagi Anda?

Apa yang membuat Anda merasa nyaman menggunakan aplikasi mobile banking tertentu?

Apakah Anda mempertimbangkan reputasi bank sebelum mengunduh aplikasinya?

Bagaimana Anda menilai pentingnya fitur keamanan tambahan (seperti otentikasi biometrik)?

Fitur inovatif apa yang menurut Anda perlu ditambahkan ke aplikasi mobile banking?

Apakah Anda lebih suka aplikasi yang memiliki banyak fitur atau yang sederhana tetapi fokus pada fungsi utama?

Seberapa penting integrasi aplikasi mobile banking dengan aplikasi lain (misalnya e-wallet atau marketplace)?

Bagaimana cara Anda mengetahui fitur baru pada aplikasi mobile banking yang Anda gunakan?

Apa faktor terbesar yang membuat Anda berpindah ke aplikasi mobile banking lain?

Jika Anda menghadapi masalah teknis saat menggunakan aplikasi, apa yang biasanya Anda lakukan?

Seberapa puas Anda dengan performa aplikasi mobile banking yang saat ini Anda gunakan?

Aplikasi mobile banking apa yang saat ini Anda gunakan?

pangan bg

Terimakasih sudah berpartisipasi

Ajak orang terdekat Anda untuk berpartisipasi dalam kuisioner "Uji pemahamanmu mengenai aplikasi mobile banking"


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper