Bisnis.com, JAKARTA — Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengumumkan telah mencabut izin usaha PT Asuransi Jiwa Prolife Indonesia (sebelumnya bernama PT Asuransi Jiwa Indosurya Sukses atau lebih dikenal dengan Indosurya Life) pada 2 November 2023.
Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Penjaminan dan Dana Pensiun OJK Ogi Prastomiyono menyampaikan pencabutan izin usaha Prolife tersebut sebagai bagian tindak pengawasan OJK karena dalam batas waktu status pengawasan khusus, Prolife dinilai tidak mampu menyelesaikan permasalahannya.
“Pencabutan izin usaha PT Asuransi Jiwa Prolife dilakukan dalam rangka pelaksanaan ketentuan peraturan perundangan secara konsisten dan tegas untuk menciptakan industri asuransi yang sehat dan terpercaya, serta melindungi kepentingan pemegang polis asuransi,” ungkap Ogi dalam keterangan tertulis, Jumat (3/11/2023).
Sebelum keputusan cabut izin usaha, Ogi menuturkan OJK telah mengenakan Sanksi Pembatasan Kegiatan Usaha (SPKU) karena Prolife tidak mampu memenuhi ketentuan minimum rasio pencapaian solvabilitas, ekuitas, dan rasio kecukupan investasi.
Selain itu, lanjut Ogi, OJK juga telah memberikan waktu yang cukup bagi Prolife untuk menyelesaikan SPKU dengan mewajibkan perusahaan menyusun Rencana Penyehatan Keuangan (RPK) yang mampu menyelesaikan permasalahan.
“Namun demikian, RPK dengan skema Policy Holder Buy Out [PBO] yang direncanakan gagal terlaksana karena tidak mendapatkan dukungan dari seluruh pemegang polis dan tidak terealisasinya penambahan modal dari pemegang saham atau investor baru,” jelasnya.
Baca Juga
Lebih lanjut, OJK juga telah memberikan kesempatan kembali kepada Prolife untuk menyampaikan perbaikan RPK. Namun, Prolife tidak mampu menyampaikan RPK yang dapat mengatasi permasalahan fundamental perusahaan.
Selain itu, OJK juga telah menetapkan Perintah Tertulis yang memerintahkan pemegang saham pengendali (PSP) Prolife, yakni Henry Surya untuk segera melakukan penggantian kerugian terhadap perusahaan.
“Perintah Tertulis tersebut wajib dilaksanakan selambat-lambatnya tiga bulan sejak tanggal surat dan terdapat konsekuensi pidana apabila Perintah Tertulis tersebut dengan sengaja diabaikan dan/atau tidak dilaksanakan,” terangnya.
Ogi menjelaskan Perintah Tertulis itu dilakukan sebagai bentuk upaya melindungi kepentingan konsumen, pemegang polis, dan/atau tertanggung dan untuk melaksanakan kewenangan OJK berdasarkan UU Nomor 21 /2011 tentang OJK sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 4/2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan, UU Nomor 40/2014 tentang Perasuransian sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 4/2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan, dan POJK 18/2022 tentang Perintah Tertulis.
Upaya pelindungan konsumen juga dilakukan OJK dengan beberapa kali melakukan fasilitasi pengaduan konsumen, yaitu mempertemukan pemegang polis dengan Prolife untuk mendapatkan penyelesaian pengaduan konsumen.
"OJK juga telah memberikan edukasi di beberapa kota kepada pemegang polis mengenai manfaat dan risiko skema PBO," imbuhnya.
Selanjutnya, dengan dicabutnya izin usaha tersebut, Prolife wajib menghentikan kegiatan usahanya dan dalam jangka waktu paling lama 30 hari wajib menyelenggarakan rapat umum pemegang saham untuk pembubaran badan hukum dan pembentukan tim likuidasi.
Sejak pencabutan izin usaha, maka pemegang saham, direksi, dewan komisaris, dan pegawai Prolife dilarang untuk mengalihkan, menjaminkan, mengagunkan, atau menggunakan kekayaan, atau melakukan tindakan lain yang dapat mengurangi aset atau menurunkan nilai aset Prolife.
Namun demikian, pemegang polis tetap dapat menghubungi manajemen perusahaan dalam rangka pelayanan konsumen sampai dengan dibentuknya tim likuidasi.
Nantinya, tim likuidasi akan bertugas melakukan pemberesan harta dan penyelesaian kewajiban, termasuk kewajiban terhadap pemegang polis.