Bisnis.com, JAKARTA — Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengungkap tidak jarang masyarakat berpendidikan menjadi korban penipuan investasi.
Meskipun Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan (SNLIK) pada 2022 menunjukan bahwa literasi keuangan masyarakat berbanding lurus dengan tingkat pendidikan.
Kepala Eksekutif Pelaku Usaha Jasa Keuangan, Edukasi dan Perlindungan Konsumen OJK, Friderica Widyasari Dewi mengatakan tidak jarang pihaknya menemukan masyarakat yang berpendidikan tinggi justru menjadi korban penipuan.
Bukan hanya terkait dengan aktivitas keuangan ilegal, tetapi juga Pelaku Usaha Jasa Keuangan (PUJK) resmi.
“Mereka mendepositokan uang mereka tidak masuk secara resmi, misalnya dititipkan kepada orang yang mereka sudah percaya seperti sales atau agen. Misalnya nasabah-nasabah prioritas, saking percayanya kadang-kadang mereka mau menandatangani blanko kosong, itu yang banyak menyebabkan terjadi sengketa antara konsumen,” kata perempuan yang akrab disapa Kiki dalam konferensi pers virtual Rapat Dewan Komisioner (RDK) bulanan Mei 2024, Senin (10/6/2024).
Kiki mengatakan bahwa literasi keuangan kepada masyarakat harus terus diupayakan.
Baca Juga
Dia menyebut OJK melalui Satuan Tugas Pemberantas Aktivitas Keuangan Ilegal (Satgas Pasti) juga terus melakukan program edukasi dan sosialisasi untuk meningkatkan kewaspadaan masyarakat terhadap berbagai penawaran investasi ilegal, yakni melalui seminar, iklan layanan masyarakat dan lain-lain.
Kiki menyebut ada beberapa faktor yang menyebabkan masyarakat berpendidikan masih menjadi korban penipuan.
Salah satunya, yakni, secata psikologis orang tersebut yang berharap keuntungan tinggi dengan cepat.
“Konsumen yang tanda kutip mereka berpendidikan dengan uang yang cukup besar kemudian masuk diiming-imingi oleh return yang sangat tinggi dan tidak masuk akal,” kata Kiki.
Kemudian, kurangnya akses formal seperti perbankan yang mungkin membuat masyarakat beralih ke investasi ilegal.
Tidak hanya sampai disitu, perkembangan teknologi juga dapat menjadi faktor seseorang menjadi korban penipuan.
Menurut Kiki, dengan perkembangan teknologi, semakin memudahkan penyebaran informasi termasuk hoaks.
Selain itu, Kiki mengatakan modus operandi penipu semakin canggih karena mereka juga melakukan inovasi.
Dia mengajak semua pihak untuk meningkatkan literasi keuangan kepada masyarakat, terutama terkait dengan bahaya investasi ilegal serta bahaya perilaku yang tidak berhati-hati.
“Miisalnya tadi percaya saja, kemudian kalau ada apa-apa menyalahkan PUJK padahal ternyata itu oknum karena konsumen sendiri tidak bertanggung jawab perilakunya, bagaimana dia juga harus berperilaku berhati-hati,” pungkas Kiki.