Bisnis.com, JAKARTA - PT Bank Central Asia Tbk. (BBCA) buka suara terkait kebijakan stimulus restrukturisasi kredit Covid-19 yang diberlakukan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) hingga awal tahun 2024.
Sederet pekerjaan rumah pun menjadi hal yang tak terelakkan dan perlu diperhatikan bank dalam kondisi ini.
Direktur Keuangan BCA Vera Eve Lim mengatakan dalam restrukturisasi kredit, bank memang tidak harus langsung mengklasifikasikan kredit tersebut sebagai kredit bermasalah (non-performing loan/NPL), tetapi dianggap memiliki kolektibilitas tingkat 1.
Namun, kondisi tersebut tetap memerlukan kerja keras dari pihak bank untuk berkolaborasi dengan debitur.
Meski kebijakan relaksasi sangat membantu, dia mengatakan bank juga harus berupaya untuk menilai kredit tersebut dengan tepat.
“Tidak mampu bayar dan tidak niat bayar dua hal beda, jadi bank harus bisa jeli membedakan hal itu,” ujarnya pada Investor Network Summit (3/7/2024)
Baca Juga
Adapun, dia menyebut di BCA sendiri, perseroan akan selalu senantiasa membantu debitur yang tidak mampu bayar, sehingga bisnisnya dapat kembali baik.
“Karena tujuan kami [BCA] tumbuh bersama-sama dengan debitur, kalau itikadnya tidak baik itu lain lagi,” ujarnya.
Vera juga menyampaikan bahwa kebijakan relaksasi yang dilakukan regulator sangatlah bagus demi memberi waktu ke bank dan nasabah, sehingga ke depan ini dapat mendorong pertumbuhaan ekonomi nasional.
“Karena bank juga harus fokus pada pertumbuhan dan kejelian bank dalam menyalurkan kredit, ini berbeda satu bank dengan bank lain. Menjaga kualitas kredit adalah nyawa bank,” katanya.
Dia menuturkan pemberikan kredit suatu yang mudah. Namun, memastikan kredit dibayar tepat waktu dan jumlah benar itu butuh upaya besar dan perlu kejelian bank menilai hal tersebut.
“Prudential banking [asas kehati-hatian] adalah suatu yang tidak bisa dikompromi,” ucapnya.
Lebih lanjut, dia menuturkan sejauh ini kinerja bank di Indonesia relatif bagus dan stabil, indikator sampai kuartal I/2024 masih di kisaran 12%.
Kemudian, NPL relatif rendah yakni 2,33% per April 2024. Dilanjutkan dengan permodalan yang solid di atas 25%.
“Ekonomi kita di Indonesia recovery jauh lebih cepat dibanding yang diekspektasikan. Jadi, di bank biasanya akan bertumbuh, kalau ekonominya juga bertumbuh,” katanya.
Tercatat, NPL BCA naik tipis menjadi 1,9% pada kuartal I/2024 dibanding periode yang sama tahun sebelumnya yakni 1,8%.
Sementara, rasio loan at risk (LAR) BCA berada di angka 6,6% pada kuartal I/2024, turun dibandingkan angka setahun lalu, yaitu 9,8%.
Per Maret 2024, secara keseluruhan restrukturisasi yang tercatat di BCA mencapai Rp16,8 triliun, turun 58,1% dari periode yang sama tahun lalu Rp40,1 triliun.
Kondisi BNI
Sementara itu, Direktur Utama PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk. (BBNI) Royke Tumilaar buka suara terkait usulan pemerintah soal perpanjangan restrukturisasi kredit Covid-19 hingga 2025.
Dia menilai bahwa pemerintah memiliki alasan tertentu yang menjadi pertimbangan terkait usulan tersebut.
Adapun, BNI sendiri telah siap menghadapi berakhirnya kebijakan, yang memang selesai pada 31 Maret 2024 lalu.
“Kalau kami sebenarnya dari awal sudah bilang sudah siap [bila] relaksasi dicopot,” ujarnya pada pekan lalu, (5/7/2024).
Sejauh ini, BNI mencatat NPL gross mengalami perbaikan menjadi 2,04% dari sebelumya 2,77%. Sedangkan, NPL net berada di level 0,66% dari 0,53%.
BNI sendiri membukukan nilai kredit restrukturisasi Rp39,7 triliun pada Maret 2024, susut ketimbang periode yang sama tahun lalu Rp57,3 triliun seiring dengan pemulihan kondisi ekonomi debiturnya.