Bisnis.com, JAKARTA -- Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan nilai Produk Domestik Bruto (PDB) dari sektor lapangan usaha asuransi dan dana pensiun (dapen) kuartal II/2024 mengalami kontraksi 2,98% dari Rp25,65 triliun pada Juni 2023 menjadi Rp24,88 triliun pada Juni 2024.
Pengamat Asuransi Wahyudin Rahman pun menjelaskan penyebab terjadinya kontraksi nilai PDB atas dasar harga konstan di sektor lapangan usaha asuransi dan dana pensiun pada kuartal II tahun ini.
Menurutnya, beberapa faktor penyebabnya adalah pengaruh ekonomi global dan domestik, seperti inflasi, berdampak menggerus daya beli masyarakat.
"Kemudian juga kenaikan suku bunga yang berdampak pada biaya investasi premi dan PAYDI. Lalu fakor fluktuasi pasar yang tidak stabil mengurangi nilai aset yang dikelola peruahaan asuransi dan dapen," kata Wahyudin kepada Bisnis, Senin (12/8/2024).
Penyebab lainnya, lanjut dia, adalah perubahan perilaku konsumen akibat ketidakpercayaan karena berbagai kasus gagal bayar dan fraud yang ada di industri asuransi dan dapen, serta daopsi teknologi dan rendahnya kesadaran berasuransi.
Kemudian penyebab terakhir, menurutnya adalah perubahan regulasi yang semakin ketat terhadap modal, cadangan, solvabilitas serta pajak dan insentif lainnya.
Baca Juga
Praktisi Manajemen Risiko dan Ketua Umum Komunitas Penulis Asuransi Indonesia (Kupasi) tersebut juga menjelaskan bahwa saat ini industri asuransi dan dapen sedang berada dalam masa transisi dengan tantangan yang cukup kompleks, termasuk kebutuhan untuk beradaptasi dengan digitalisasi, perubahan demografis, dan tuntutan konsumen serta krisis kepercayaan.
"Beberapa Perusahaan asuransi mungkin menghadapi kesulitan likuiditas atau tekanan profitabilitas dan isu merger dan pengalihan pemegang saham serta kasus fraud yang melanda dapen," ujarnya.
Wahyudin melanjutkan, setidaknya ada empat langkah agar lapangan usaha asuransi dan dapen keluar dari potensi resesi.
Pertama, yakni dengan diversifikasi produk dan inovasi. Dia mengatakan industri dapat mengembangkan produk sesuai dengan kebutuhan konsumen saat ini, seperti asuransi berbasis digital, green economy dan berbasis demografi, kemudahan layanan akseptasi dan klaim.
Kedua, dengan penguatan modal secara bertahap dan manajemen risiko yang lebih baik. Ketiga, adalah dengan efisiensi operasional dengan memanfaatkan teknologi dan otomasi.
"Keempat, kolaborasi. Membentuk kemitraan strategis dengan ekosistem dan perusahaan teknologi untuk mengembangkan produk-produk inovatif serta berkolaborasi dengan regulator dan pemerintah untuk mencari solusi terhadap tantangan regulasi dan kebijakan yang ada," pungkasnya.
Adapun kontraksi PDB atas dasar harga konstan sektor lapangan usaha asuransi dan dapen pada Juni 2024 sebesar 2,98% merupakan kontraksi terbesar sejak periode sebelum pandemi Covid-19 atau pada 2019.
PDB atas dasar harga konstan lapangan usaha asuransi dan dapen pada kuartal II/2019 naik 4,23% menjadi Rp24,02 triliun. Kemudian pada kuartal II/2020 naik 7,29% menjadi Rp25,77 triliun, selanjutnya pada kuartal II/2021 mengalami kontraksi 0,09% menjadi Rp25,75 triliun.
Berikutnya pada kuartal II/2022 kembali mengalami kontraksi 1,70% menjadi Rp25,31 triliun, kemudian pada kuartal II/2023 mengalami kenaikan 1,33% menjadi Rp25,65 triliun, dan pada kuartal II/2024 ini tercatat kontraksi kembali sebesar 2,98% menjadi Rp24,88 triliun.