Bisnis.com, JAKARTA –
Sebanyak 20 Bank Perkreditan Rakyat (BPR) dan Bank Perkreditan Rakyat Syariah (BPRS) harus menghentikan operasinya sepanjang 2024 setelah izin usaha mereka dicabut oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Langkah ini dilakukan karena bank-bank tersebut gagal memenuhi tingkat permodalan dan tingkat kesehatan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Jumlah penutupan bank pada tahun ini meningkat drastis dibandingkan 2023, di mana hanya empat bank yang izin usahanya dicabut oleh regulator.
Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK, Dian Ediana Rae, menjelaskan bahwa pencabutan izin usaha bertujuan untuk menjaga stabilitas dan memperkuat industri BPR/BPRS sekaligus melindungi kepentingan konsumen. Langkah ini diambil setelah pihak pengurus dan pemegang saham bank terkait gagal melakukan upaya penyehatan.
“OJK pada saat ini terikat kepada aturan dalam UU P2SK [Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan], di mana status BDP [bank dalam penyehatan] tidak boleh melampaui 1 tahun,” kata Dian dalam pernyataan tertulis, Kamis (26/12/2024).
Ketua Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), Purbaya Yudhi Sadewa, juga mengakui adanya lonjakan jumlah bank yang tutup. Namun, ia menyebut bahwa situasi ini kemungkinan terkait dengan program konsolidasi BPR yang dijalankan oleh OJK.
Baca Juga
“Namun, ini juga mungkin berkaitan dengan program dari OJK untuk mengkonsolidasikan BPR. Jadi, saya belum bisa membedakan, apakah ini betul-betul pemburukan BPR secara keseluruhan, atau karena memang dampak dari program OJK,” ujar Purbaya saat ditemui di kantornya di Jakarta Selatan, Selasa (17/12/2024).
LPS bertugas menangani proses pembayaran klaim penjaminan simpanan nasabah dan melaksanakan likuidasi terhadap bank yang dicabut izin usahanya. Hal ini sesuai dengan UU No. 24/2004 tentang LPS serta UU No. 4/2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan.
Bisnis merangkum penjelasan regulator terkait pencabutan izin 20 bank perekonomian tersebut:
1. Koperasi Jasa BPR Wijaya Kusuma
OJK mencabut izin usaha Koperasi BPR Wijaya Kusuma (BPR Wijaya Kusuma) yang terletak di Kota Madiun, Jawa Timur pada 4 Januari 2024, dengan pertimbangan bahwa bank tersebut tidak mampu memenuhi tingkat permodalan dan tingkat kesehatan yang ditentukan.
BPR Wijaya Kusuma sebelumnya telah ditetapkan dalam status BDP pada 18 Juli 2023, lantas dinaikkan status pengawasannya menjadi Bank Dalam Resolusi (BDR) pada 13 Desember 2023. LPS memutuskan tidak menyelamatkan bank tersebut, sehingga OJK melakukan pencabutan izin usaha.
2. PT BPRS Mojo Artho
OJK mencabut izin PT BPRS Mojo Artho Kota Mojokerto (Perseroda) yang berbasis di Jawa Timur pada 26 Januari 2024 akibat pengelolaan yang tidak sehat.
Bank milik Pemkot Mojokerto ini telah ditetapkan sebagai BPRS Dalam Pengawasan Intensif (BDPI) sejak 19 November 2020, lantas ditegaskan sebagai BDP. Status itu meningkat menjadi BDR pada 12 Januari 2024, sebelum LPS memutuskan untuk tidak melakukan penyelamatan dan meminta OJK untuk mencabut izin usaha BPRS Mojo Artho.
3. PT BPR Usaha Madani Karya Mulia
OJK mencabut izin usaha PT BPR Usaha Madani Karya Mulia Kota Solo, Jawa Tengah pada 5 Februari 2024. Regulator menilai pengurus dan pemegang saham bank terkait gagal mengatasi masalah permodalan dan likuiditas dalam jangka waktu yang ditentukan.
BPR Usaha Madani Karya Mulia ditetapkan dalam status BDP pada 4 April 2023, lantas meningkat menjadi BDR pada 12 Januari 2024. Tak lama kemudian, LPS memutuskan untuk tak menyelamatkan bank tersebut.
4. PT BPR Pasar Bhakti
Pencabutan izin usaha BPR Pasar Bhakti yang bermarkas di Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur dilakukan OJK pada 16 Februari 2024. OJK menilai bank tersebut tidak dikelola dengan kehati-hatian dan gagal meningkatkan rasio permodalan.
BPR Pasar Bhakti ditetapkan pada status BDP pada 31 Maret 2023, sebelum menjadi BDR pada 12 Januari 2024. Pencabutan izin usaha pun dilakukan sekitar satu bulan kemudian.
5. Perumda BPR Bank Purworejo
OJK mencabut izin usaha Perumda BPR Bank Purworejo yang beralamat di Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah pada 20 Februari 2024. LPS memutuskan untuk tidak melakukan penyelamatan bank tersebut delapan hari sebelumnya.
Regulator menilai telah memberikan waktu yang cukup kepada Direksi dan Dewan Pengawas BPR Bank Purworejo untuk melakukan upaya penyehatan bank, salah satunya terkait permasalahan permodalan dan likuiditas.
6. PT BPR EDC Cash
PT BPR EDC Cash yang berbasis di Kabupaten Tangerang, Banten menjadi bank bangkrut yang dicabut izin usahanya oleh OJK pada 27 Februari 2024.
Direksi, Dewan Komisaris dan pemegang saham BPR tidak dinilai tidak dapat melakukan penyehatan BPR, sehingga LPS memutuskan untuk tidak melakukan penyelamatan terhadap PT BPR EDC Cash dan meminta kepada OJK untuk melakukan pencabutan izin usaha.
7. PT BPR Aceh Utara
Izin usaha PT BPR Aceh Utara di Lhokseumawe, Aceh dicabut OJK pada 4 Maret 2024. Sebelumnya, BPR Aceh Utara dalam status pengawasan bank dalam resolusi pada 12 Januari 2024.
OJK telah memberikan waktu kepada Direksi dan pemegang saham pengendali BPR untuk melakukan upaya penyehatan, tetapi hal tersebut tidak dapat dijalankan.
8. PT BPR Sembilan Mutiara
Regulator mencabut izin usaha PT BPR Sembilan Mutiara yang beraada di Kabupaten Pasaman Barat, Sumatra Barat pada 2 April 2024.
Masalah permodalan dan likuiditas juga menjadi salah satu pertimbangan OJK menetapkan status Bank Dalam Resolusi terhadap BPR Sembilan Mutiara pada 21 Maret. LPS pun tidak melakukan penyelamatan bank tersebut.
9. PT BPR Bali Artha Anugrah
OJK mencabut izin usaha PT BPR Bali Artha Anugrah yang beralamat di Jalan Diponegoro No. 171, Kota Denpasar, Bali pada 4 April 2024 usai upaya penyehatan BPR tidak dapat dilakukan.
BPR Bali Artha Anugrah sebelumnya telah ditetapkan dalam status pengawasan BDP pada 19 September 2023 dan BDR pada 19 Maret 2024.
10. PT BPRS Saka Dana Mulia
PT BPRS Saka Dana Mulia yang beralamat di Kabupaten Kudus, Jawa Tengah dicabut izin usahanya oleh OJK pada 19 April 2024 imbas upaya penyehatan yang gagal dilakukan.
LPS pun memutuskan untuk tidak melakukan penyelamatan terhadap BPRS Saka Dana Mulia dan meminta kepada OJK untuk mencabut izin usaha terkait.