Bisnis.com, JAKARTA – Sejumlah pakar mengapresiasi langkah yang dilakukan Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI) yang bergerak cepat merespons putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait Pasal 251 KUHD.
Putusan MK tersebut membuat perusahaan asuransi tidak lagi bisa membatalkan klaim sepihak walaupun terjadi pelanggaran dalam prinsip iktikad baik dalam perjanjian asuransi. Dengan begitu, pembatalan klaim asuransi harus melalui kesepakatan kedua belah pihak atau melalui proses pengadilan untuk menyelesaikan sengketa klaim.
AAUI dalam satu bulan ke depan akan melakukan sosialisasi agar setiap anggota perusahaan asuransi melakukan penyesuaian dan penyeragaman standar polis asuransi umum.
Wahyudin Rahman, Praktisi Manajemen Risiko dan Ketua Umum Komunitas Penulis Asuransi Indonesia (Kupasi) mengatakan jenis polis asuransi umum sangat beragam sehingga harus diambil langkah cepat dan tepat untuk meminimalkan sengketa klaim di pengadilan.
"Saya mendukung langkah AAUI untuk melakukan penyeragaman ini. Tentunya, penyeragaman ini telah disepakati bersama anggota dan tim hukum AAUI untuk menyesuaikan kondisi polis atas putusan MK mengenai Pasal 251 KUHD," kata Wahyudin kepada Bisnis, Senin (20/1/2025).
Dalam penyesuaian polis standar tersebut, salah satunya adalah menghapus syarat dan ketentuan (wordings) polis yang masih mengaitkan dengan Pasal 251 KUHD berkaitan dengan kewajiban penyampaian/penyembunyian informasi, keterangan, data (fakta material) dari pihak Pemegang Polis dan/atau Tertanggung.
Baca Juga
Selain itu, dilakukan perubahan nama SPPA (Surat Permohonan Penutupan Asuransi) menjadi SPAU (Surat Permohonan Asuransi Umum). SPAU ini akan menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari sebuah polis asuransi sehingga bila terjadi persidangan sengketa asuransi dapat memberikan kekuatan hukum.
Pengamat asuransi dan Ketua Sekolah Tinggi Manajemen Risiko dan Asuransi (STIMRA) Abitani Taim menilai keputusan AAUI tersebut sudah tepat. Menurutnya, SPAU itu adalah bagian yang tidak terpisahkan dari sebuah polis, maka apabila ada kesalahan atau kecurangan dalam mengisi SPAU atau penyampaian fakta material, perusahaan asuransi berhak menolak klaim asuransi yang diajukan tanpa harus membatalkan polis sejak awal.
"Jadi usaha AAUI untuk mempertegas kewajiban menyampaikan (Duty of Disclosure) adalah sudah tepat," kata Abitani.
Saat ini, AAUI intens berkoordinasi dengan Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Rencananya, draf penyesuaian polis standar asuransi yang diusulkan AAUI ini bila sudah disepakati akan diusulkan untuk menjadi acuan perizinan asuransi untuk semua produk asuransi yang dijual di Indonesia.
Deputi Komisioner Bidang Pengawasan Perasuransian, Penjaminan, dan Dana Pensiun OJK Iwan Pasila mengatakan pihaknya sudah mengagendakan pertemuan dengan asosiasi dalam waktu dekat ini.
"Kami Jumat ini ketemu asosiasi industri untuk membahas langkah perbaikan yang perlu dilakukan. Setelah itu mungkin baru bisa saya update," kata Iwan.