Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Kasus Pinjol Bermasalah KoinP2P, Investree, hingga iGrow, OJK Ungkap Perkembangan Terbaru

Per Desember 2024, OJK mencatat ada 22 penyelenggara perusahaan pinjol dengan kredit macet di atas 5%.
Logo Investree./Istimewa
Logo Investree./Istimewa

Bisnis.com, JAKARTA — Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengungkapkan perkembangan terbaru permasalahan yang terjadi pada beberapa platform fintech peer to peer (P2P) lending alias pinjaman online bermasalah. Di dalamnya adalah PT Lunaria Annua Teknologi (KoinP2P), PT Investree Radhika Jaya (Investree), dan PT iGrow Resources Indonesia (iGrow).

Kepala Eksekutif Pengawas Lembaga Pembiayaan, Perusahaan Modal Ventura, Lembaga Keuangan Mikro, dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya (PVML) OJK, Agusman, mengatakan bahwa OJK terus melakukan pemantauan serta mendorong penyelesaian fintech P2P lending bermasalah. 

Terkait dengan KoinP2P, Agusman mengatakan bahwa OJK telah melakukan pemeriksaan dan memberikan rekomendasi langkah perbaikan yang harus dilakukan oleh platform tersebut.

“OJK telah melakukan pemeriksaan terhadap KoinP2P. Berdasarkan hasil pemeriksaan tersebut, telah disampaikan rekomendasi kepada KoinP2P untuk melakukan langkah-langkah perbaikan dan selanjutnya akan memantau pelaksanaan atas komitmen perbaikan KoinP2P sesuai dengan jangka waktu yang telah disepakati,” kata Agusman dalam jawaban tertulis dikutip pada Kamis (20/2/2025).

Lebih lanjut, Agusman mengatakan, penyelenggara KoinP2P telah melaporkan permasalahan yang terjadi, dan OJK mendorong mereka untuk melakukan penyelesaian dengan tetap memperhatikan keberlangsungan usaha serta pemenuhan kewajiban terhadap para pemberi dana yang terdampak. 

OJK juga akan terus memantau komitmen pemegang saham KoinP2P untuk memastikan keberlanjutan operasional, termasuk kemungkinan penguatan permodalan atau aksi korporasi lainnya.

Dalam kasus Investree, OJK mengungkapkan bahwa pihaknya terus berkoordinasi dengan aparat penegak hukum terkait upaya hukum terhadap mantan CEO Investree Adrian Gunadi. 

“OJK telah dan akan terus melakukan koordinasi dengan Aparat Penegak Hukum, termasuk mengenai upaya hukum terhadap Adrian antara lain melalui penerbitan red notice, berkoordinasi dengan Interpol serta otoritas terkait,” kata Agusman.

Selain itu, Investree telah menyampaikan neraca penutupan yang saat ini masih dalam proses penelaahan. Proses penyelesaian hak dan kewajiban akan dilakukan melalui tim likuidasi yang telah dibentuk.

Sementara itu, fintech lending iGrow juga menjadi sorotan karena angka TWP90 (tingkat wanprestasi di atas 90 hari) yang terus meningkat, mencapai 81,18%. Kondisi ini memunculkan pertanyaan apakah OJK akan segera mencabut izin usaha platform tersebut.

Agusman menjelaskan bahwa iGrow telah melakukan beberapa upaya penyelesaian permasalahan tersebut. Saat ini, lanjut dia,  OJK terus memantau komitmen iGrow termasuk upaya penagihan dan penguatan permodalan. 

“Jika ditemukan pelanggaran terhadap ketentuan yang berlaku, OJK akan mengambil tindakan pengawasan, termasuk pemberian sanksi administratif sesuai dengan peraturan yang berlaku,” katanya.

Menurutnya, langkah selanjutnya akan ditentukan berdasarkan perkembangan implementasi rencana perbaikan yang dilakukan oleh iGrow.

Selain kasus-kasus individual tersebut, OJK juga menyoroti kondisi industri fintech lending secara keseluruhan. Berdasarkan SEOJK Nomor 19/SEOJK.06/2023 tentang Penyelenggaraan Layanan Pendanaan Bersama Berbasis Teknologi Informasi (LPBBTI), penerima dana hanya dapat memperoleh pendanaan dari maksimal tiga penyelenggara P2P lending.

“OJK senantiasa melakukan pengawasan baik secara langsung maupun tidak langsung untuk memastikan kepatuhan Penyelenggara Pindar terhadap ketentuan. Apabila dalam proses pengawasan ditemukan adanya pelanggaran maka Penyelenggara Pindar akan dikenakan sanksi sesuai dengan ketentuan yang berlaku,” ungkap Agusman.

Per Desember 2024, OJK mencatat ada 22 penyelenggara dengan tingkat TWP90 di atas 5%, meningkat dibandingkan bulan sebelumnya. Faktor utama yang mempengaruhi rasio TWP90 adalah kualitas credit scoring penerima dana serta proses penagihan yang dilakukan oleh platform.

Selain itu, OJK juga menemukan bahwa 10 dari 97 penyelenggara P2P lending belum memenuhi ekuitas minimum sebesar Rp7,5 miliar. “Hal ini disebabkan antara lain karena belum dilakukannya penyuntikan modal atau proses peningkatan permodalan yang sedang dilakukan belum sesuai dengan ketentuan yang berlaku,” tutup Agusman.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper