Bisnis.com, JAKARTA – PT Sahabat Mikro Fintek (Samir) mengusulkan agunan pinjaman online atau fintech P2P lending dibedakan dengan agunan pinjaman bank. Peraturan yang mengatur agunan untuk pinjaman online saat ini sedang dibahas Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
CEO Samir Yonathan Gautama mengatakan pada prinsipnya Samir mendukung setiap upaya OJK yang bertujuan meningkatkan perlindungan bagi lender P2P lending, termasuk adanya ketentuan agunan.
"Namun, penting juga untuk memastikan bahwa ketentuan tersebut tetap memperhatikan karakteristik model bisnis P2P lending dan tidak menjadi hambatan bagi pertumbuhan produktif UMKM, yang merupakan fokus utama pinjaman produktif," kata Yonathan kepada Bisnis, Rabu (16/4/2025).
Yonathan mengatakan dalam ketentuan agunan ini juga perlu ada keseimbangan antara mitigasi risiko dan keberlanjutan usaha perusahaan penyelenggara P2P lending.
Sementara terkait jenis agunan, Yonathan menilai akan sangat baik jika diberikan fleksibilitas yang tetap sesuai prinsip kehati-hatian.
"Tidak harus sepenuhnya menyerupai agunan di sektor perbankan, karena profil borrower dan model penyaluran pembiayaan di P2P umumnya berbeda. Beberapa alternatif seperti invoice, piutang usaha, atau persediaan barang dagangan bisa jadi pertimbangan selama ada mekanisme valuasi dan eksekusi yang memadai," pungkasnya.
Baca Juga
Sebelumnya, Direktur Ekonomi Digital Center of Economic and Law Studies (Celios) Nailul Huda memberikan banyak catatan atas wacana OJK tersebut. Menurutnya banyak faktor yang perlu diperjelas, termasuk bagaimana urgensi ketentuan wajib agunan ini.
Huda mengatakan OJK harus menyesuaikan ketentuan wajib agunan ini dengan karakteristik pengguna pinjaman online.
"Ketika diminta agunan, ketika pengajuan pinjaman sebesar Rp2 miliar lebih, saya rasa akan menyurutkan minat untuk melakukan pembiayaan di pindar. Ya lebih rasional mereka pinjam di perbankan dengan bunga yang lebih rendah. Segmen produktif [pinjaman daring] jadi berkurang," ujar Huda.