Bisnis.com, JAKARTA — PT Pemeringkat Efek Indonesia (Pefindo) menyoroti sejumlah faktor risiko yang perlu dicermati investor dan pelaku industri terkait dengan penerbitan surat utang dari perusahaan multifinance tahun ini.
Ahmad Nasrudin, Fixed Income Analyst Pefindo, mengungkapkan bahwa meskipun sektor multifinance menunjukkan aktivitas positif di pasar surat utang, sejumlah tantangan tetap membayangi.
“Ada beberapa faktor risiko yang perlu dicermati terkait dengan penerbitan surat utang dari perusahaan multifinance. Pertama, yield mungkin lebih tinggi daripada yang diantisipasi sebagai akibat tingginya yield benchmark di tengah ketidakpastian dan kenaikan premi risiko yang diminta investor untuk mengkompensasi eksposur risiko terhadap perang dagang,” kata Ahmad saat dihubungi Bisnis pada Selasa (22/4/2025).
Ahmad mengatakan faktor risiko kedua yaitu suku bunga tinggi juga masih menjadi tekanan utama bagi sektor ini. Menurutnya, suku bunga tinggi saat ini juga berpengaruh terhadap pelemahan daya beli, termasuk untuk pembelian terhadap item-item yang dibiayai dengan multifinance seperti sepeda motor dan mobil.
Ahmad menambahkan perlambatan proyeksi pertumbuhan industri multifinance turut berdampak pada aktivitas penerbitan surat utang.
“Ketiga, prospek pertumbuhan yang lebih lemah. Proyeksi pertumbuhan oleh APPI di atas menurun dari 8%–10% untuk proyeksi tahun 2024. Pertumbuhan pembiayaan yang lebih rendah berdampak pada kebutuhan pendanaan yang tidak setinggi sebelumnya, dan karena itu penerbitan surat utang korporasi dari sektor ini juga bisa lebih rendah dari yang diekspektasikan,” jelasnya.
Baca Juga
Tak hanya itu, kondisi eksternal seperti perang dagang juga menjadi salah satu faktor yang patut diwaspadai. Ahmad mengatakan, beberapa bisnis yang dibiayai oleh multifinance terekspos dengan perang dagang, terutama industri berorientasi ekspor ke Amerika Serikat (AS) seperti sektor tekstil, karet, peralatan listrik, makanan, dan perikanan.
“Kondisi ini tidak hanya berdampak pada permintaan jasa multifinance tetapi juga profil risiko pembiayaan di sektor tersebut,” ujarnya.
Meskipun rasio pembiayaan bermasalah atau non-performing finance (NPF) pada Februari 2025 tercatat turun menjadi 2,87%, Ahmad mengingatkan bahwa kewaspadaan terhadap potensi peningkatan kredit bermasalah tetap diperlukan.
Adapun berdasarkan data Pefindo, sepanjang kuartal I/2025 terdapat enam perusahaan multifinance yang menerbitkan obligasi dengan total nilai Rp8,3 triliun, terdiri dari obligasi konvensional Rp6,7 triliun dan sukuk Rp1,6 triliun.
Angka ini menjadi catatan penting mengingat pada periode yang sama tahun lalu belum ada satu pun perusahaan multifinance yang menerbitkan obligasi.
Secara keseluruhan, terdapat 29 perusahaan dari berbagai sektor yang menerbitkan obligasi dengan nilai total Rp46,7 triliun pada kuartal I/2025. Sektor multifinance menempati posisi ketiga terbesar setelah pulp dan kertas (Rp13,2 triliun) serta pertambangan (Rp9,2 triliun).