Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

CNAF Waspadai Perlambatan Kredit Mobil, Fokus pada Nasabah Rendah Risiko

Masih tingginya suku bunga turut berdampak pada penundaan keinginan masyarakat mengambil kredit kendaraan.
Karyawan melayani nasabah di kantor PT CIMB Niaga Auto Finance atau CIMB Niaga Finance (CNAF), Tangerang Selatan, Banten, Senin (15/7/2024). / Bisnis-Eusebio Chrysnamurti
Karyawan melayani nasabah di kantor PT CIMB Niaga Auto Finance atau CIMB Niaga Finance (CNAF), Tangerang Selatan, Banten, Senin (15/7/2024). / Bisnis-Eusebio Chrysnamurti

Bisnis.com, JAKARTA — Industri pembiayaan mengalami penurunan bisnis di tengah ketidakpastian ekonomi global. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat bahwa laju pertumbuhan sektor multifinance yang sebelumnya mampu tumbuh dobel digit, kini melambat menjadi hanya single digit.

Ristiawan Suherman, Presiden Direktur PT CIMB Niaga Auto Finance (CNAF), mengakui kondisi saat ini cukup menantang bagi pelaku bisnis multifinance.

“CNAF melihat daya beli masyarakat yang menurun sejak akhir 2024, ditambah dengan adanya perang dagang, memberikan efek domino yang cukup besar sehingga mendorong mereka [masyarakat] untuk menunda melakukan pembiayaan,” kata Ristiawan kepada Bisnis pada Senin (5/5/2025).

Dia menambahkan, tren pelemahan ini sejalan dengan data realisasi kredit dan penjualan kendaraan yang dirilis Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo), yang juga menunjukkan penurunan. Menurutnya, seluruh perusahaan pembiayaan saat ini akan sangat berhati-hati dan tidak akan mengambil risiko yang besar.

Ristiawan bilang CNAF sendiri mengedepankan aspek prudential dan menjalankan beberapa strategi baru terkait produk, proses transaksi, serta customer segmentation guna memastikan pertumbuhan portofolio bisnis yang sehat.

Untuk menyikapi kondisi pasar yang melambat, dia menambahkan bahwa CNAF juga terus melakukan penyesuaian strategi, termasuk memperkuat sinergi dengan induk usaha, PT Bank CIMB Niaga Tbk.

“Kami melakukan penguatan cross-selling produk serta penguatan portfolio action initiative kepada nasabah eksisting yang memiliki track record baik. Semua inisiatif strategi tersebut diterapkan CNAF mulai dari produk, proses transaksi, hingga dalam hal meningkatkan customer experience,” ungkap Ristiawan.

Dia mengakui, di tengah tingginya suku bunga, masyarakat cenderung menunda pengajuan kredit karena angsuran yang meningkat.

“Tidak dipungkiri, suku bunga masih cukup tinggi dan ini berdampak pada besaran biaya angsuran yang harus mereka bayarkan. Maka, dapat diprediksi bahwa masyarakat akan menunda,” katanya.

Tak hanya itu, perusahaan pembiayaan pun harus lebih ketat dan selektif dalam menyalurkan pinjaman. Hal tersebut dilakukan demi menjaga agar rasio NPL tetap terkendali.

“Namun CNAF melihat tantangan ini sebagai kesempatan baru untuk lebih berinovasi dan fleksibel terhadap kondisi pasar demi memastikan pertumbuhan pembiayaan yang sehat,” tegasnya.

Dalam menjaga kualitas kredit, CNAF mengedepankan metode risk-based pricing dengan menentukan suku bunga berdasarkan profil risiko nasabah.

Selain itu, pihaknya juga menerapkan application score, di mana acceptance criteria calon nasabah dipengaruhi oleh hasil dari skor tersebut. Calon nasabah dengan hasil low risk akan lebih mudah mendapatkan persetujuan dibandingkan yang high risk.

Lebih lanjut, CNAF juga mengoptimalkan digitalisasi, termasuk penggunaan robotic call untuk mengingatkan nasabah dalam melakukan pembayaran angsuran.

“Diharapkan inisiatif ini dapat semakin menunjang kesehatan portofolio perusahaan juga,” ungkapnya.

Di tengah tantangan ini, CNAF justru membukukan pertumbuhan pembiayaan baru sebesar Rp2,97 triliun hingga Maret 2025, naik 22% dibandingkan periode sama tahun sebelumnya yang sebesar Rp2,44 triliun. CNAF optimistis dapat menyalurkan total pembiayaan baru sebesar Rp9,5 triliun sepanjang 2025.

Dari data OJK, piutang pembiayaan perusahaan pembiayaan secara keseluruhan tumbuh 5,92% secara tahunan (year on year/YoY) menjadi Rp507,02 triliun per Februari 2025. Namun, angka ini lebih rendah dibandingkan Januari 2025 yang tumbuh 6,04% YoY.

Sementara itu, pembiayaan investasi mencatatkan pertumbuhan 12,98% YoY. Dari sisi risiko, sektor multifinance masih terjaga, dengan rasio Non-Performing Financing (NPF) gross turun menjadi 2,87% per Februari 2025.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Bisnis Indonesia Premium.

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Bisnis Indonesia Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper