Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

BCA Sebut Pendanaan Luar Negeri Masih Jadi Alternatif

BCA menegaskan bahwa pendanaan dari luar negeri tetap menjadi salah satu alternatif sumber likuiditas yang dipertimbangkan secara hati-hati.
Pekerja beraktivitas di dekat logo Bank BCA di Jakarta. Bisnis/Himawan L Nugraha
Pekerja beraktivitas di dekat logo Bank BCA di Jakarta. Bisnis/Himawan L Nugraha

Bisnis.com, JAKARTA — PT Bank Central Asia Tbk. (BBCA) menegaskan bahwa pendanaan dari luar negeri tetap menjadi salah satu alternatif sumber likuiditas yang dipertimbangkan secara hati-hati. Hal ini seiring dengan kebijakan Bank Indonesia terkait peningkatan Rasio Pendanaan Luar Negeri (RPLN) yang akan berlaku per 1 Juni 2025.

“Pada prinsipnya, pendanaan luar negeri tetap menjadi alternatif sumber likuiditas yang dipertimbangkan secara prudent, dengan tetap memperhatikan stabilitas pasar dan manajemen risiko yang terukur,” kata Executive Vice President Corporate Communication and Social Responsibility BCA Hera Haryn kepada Bisnis, Selasa (27/5/2025). 

Hera menyatakan perusahaan kebijakan regulator, termasuk penyesuaian RPLN yang diarahkan untuk memperkuat fungsi intermediasi perbankan dan mendorong pertumbuhan ekonomi. 

Adapun, peningkatan batas maksimum RPLN dari 30% menjadi 35% dari modal inti bank dinilai membuka ruang tambahan likuiditas yang dapat dimanfaatkan untuk ekspansi kredit.

Sebagai bagian dari prinsip kehati-hatian, kata Hera, BCA juga tetap menjaga pertumbuhan profitabilitas dan likuiditas secara berimbang. Hal ini tercermin dari kinerja dana pihak ketiga (DPK) yang tumbuh 6,5% secara tahunan (year on year/YoY) menjadi Rp1.193 triliun per Maret 2025. 

Porsi dana murah alias CASA mendominasi sebesar Rp979 triliun atau sekitar 82% dari total DPK, ditopang oleh peningkatan volume transaksi nasabah yang tumbuh 19% YoY menjadi 9,9 miliar transaksi.

Terkait penguatan insentif Kebijakan Likuiditas Makroprudensial (KLM), lanjut Hera, BCA mendukung langkah Bank Indonesia yang mendorong pembiayaan ke sektor-sektor produktif seperti pertanian, industri pengolahan, perdagangan, dan konstruksi.

“Penyesuaian ini kami yakini akan memberikan kontribusi positif terhadap pertumbuhan ekonomi nasional. BCA berkomitmen mendukung kebijakan KLM serta bauran kebijakan lainnya dari otoritas,” tuturnya.

Hera menjelaskan BCA terus memperluas penyaluran kredit ke sektor potensial, termasuk usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM). Per Maret 2025, kredit BCA untuk sektor UMKM tumbuh 10,2% YoY menjadi Rp130 triliun. 

Pertumbuhan ini didorong oleh prospek bisnis sektor UMKM yang membaik dan inisiatif BCA seperti suku bunga khusus untuk kredit berbasis lingkungan, sosial, dan tata kelola (LST), serta pembiayaan bagi wirausaha perempuan.

Sebelumnya, Kepala Departemen Kebijakan Makroprudensial Bank Indonesia, Solikin M. Juhro, menyampaikan bahwa dampak kebijakan RPLN terhadap pertumbuhan ekonomi diperkirakan baru akan mulai terlihat pada pertengahan 2026. 

Menurutnya, transmisi kebijakan ini membutuhkan waktu sekitar satu tahun karena dipengaruhi oleh faktor eksternal seperti arus modal, nilai tukar rupiah, dan neraca transaksi berjalan.

Meski demikian, Solikin optimistis bahwa ruang pendanaan yang tercipta akan segera dimanfaatkan perbankan untuk menarik pinjaman luar negeri dan menyalurkannya ke sektor riil, sehingga memperkuat pemulihan ekonomi nasional.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Bisnis Indonesia Premium.

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Bisnis Indonesia Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper