Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Dahulu Primadona, Kini Fintech P2P Lending Mulai 'Tak Dilirik' Modal Ventura

Pelaku bisnis modal ventura menilai kini ada tantangan tersendiri untuk meraih profit dari pendanaan ke fintech P2P lending alias pinjol. Ini penyebabnya.
Ilustrasi P2P Lending. / dok Freepik
Ilustrasi P2P Lending. / dok Freepik

Bisnis.com, JAKARTA — Perusahaan fintech P2P lending tengah berburu suntikan modal investor untuk pemenuhan ketentuan ekuitas minimum Rp12,5 miliar. Dahulu, industri ini pernah diminati investor modal ventura mengucur pendanaan. Namun, daya tariknya kini mulai tak menggiurkan.

Eddi Danusaputro, Ketua Umum Asosiasi Modal Ventura untuk Startup Indonesia (Amvesido) mengatakan dahulu bisnis fintech P2P lending terhitung lebih mudah mendulang untung. Faktor ini menjadi daya tarik tersendiri bagi investor modal ventura.

"Dulu unit economics menarik karena lebih mudah mendapatkan borrower dan lebih cepat menuju profitability. Kalau sekarang lebih menantang untuk capai profitability. Harus ada scale dan cost of fund murah," kata Eddi kepada Bisnis, dikutip pada Rabu (9/7/2025).

Eddi merinci sejumlah faktor yang dipertimbangkan modal ventura memberikan suntikan investasi kepada perusahaan P2P lending antara lain adalah melihat jenis pembiayaan P2P lending apakah produktif atau konsumtif. Selain itu, faktor kesehatan keuangan perusahan juga menjadi indikator penentu.

"Karena pengaruh unit economics, tentunya dilihat dari OPEX, rate, collection dan non perfomring loan atau NPL," ujarnya.

Faktor ketiga yang dilihat modal ventura adalah bagaimana strategi perusahaan P2P lending menuju profitabilitas. 

Adapun, jika menilik kondisi untung rugi industri P2P lending, industri saat ini dalam tren mulai mendulang cuan. Berdasarkan statistik OJK, laba setelah pajak industri P2P lending per Februari 2025 mencapai Rp233,71 miliar. Kondisinya berbeda dengan tahun lalu, di mana per Februari 2024 industri mengalami rugi setelah pajak sebesar Rp97,56 miliar. 

Berdasarkan tren tahun lalu, usai mengalami rugi beruntun dalam tiga bulan pertama industri akhirnya menutup 2024 dengan laba setelah pajak Rp1,65 triliun. Dengan permulaan yang lebih baik di tahun ini, ada optimisme dari Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) bahwa laba setelah pajak di akhir 2025 akan melampaui capaian 2024.

Sebagai informasi, saat ini terdapat 14 dari 96 perusahaan P2P lending yang belum memenuhi ekuitas Rp12,5 miliar. Ketua Umum AFPI Entjik S. Djafar mengatakan saat ini beberapa perusahaan P2P lending sedang melakukan penjajakan dengan investor.

"Ada beberapa investor baru yang sudah melakukan proses due diligence. Kami berharap semua proses ini berjalan lancar. Beberapa [calon investor] dari luar negeri, sementara yang dalam negeri adalah perusahaan investasi," kata Entjik yang belum bisa membeberkan identitas calon investor.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Bisnis Indonesia Premium.

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Bisnis Indonesia Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper