Bisnis.com, JAKARTA — Calon Wakil Ketua Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) Farid Azhar Nasution menekankan pentingnya optimalisasi pengelolaan investasi untuk memperkuat stabilitas sistem keuangan nasional.
Dalam uji kelayakan (fit and proper test) di Komisi XI DPR RI Rabu (2/7/2025), Farid menyampaikan enam program kerja utama jika dirinya terpilih menjadi Wakil Ketua Dewan Komisioner LPS. Salah satu prioritasnya adalah, pertama, strategi investasi yang lebih adaptif dan berperan aktif dalam menjaga stabilitas sistem keuangan.
Farid mengusulkan agar LPS ke depan mulai mempertimbangkan penempatan investasi pada surat berharga negara asing sebagai langkah mitigasi risiko jika terjadi tekanan harga di pasar Surat Berharga Negara (SBN) domestik.
"Penempatan investasi pada surat berharga negara lain bertujuan untuk mitigasi risiko kalau nanti di SBN kita mengalami tekanan harga," jelas Farid di hadapan anggota Komisi XI.
Calon Wakil Ketua Dewan Komisioner LPS Farid Azhar Nasution dalam uji kelayakan (fit and proper test) di Komisi XI DPR RI, Rabu (2/7/2025)/tangkapan layar
Selain itu, Farid juga mendorong agar LPS bisa berperan lebih aktif di pasar sekunder SBN sebagai bagian dari instrumen stabilisasi. Dia menilai, peran LPS dalam membeli SBN saat harga jatuh dapat membantu menahan gejolak pasar, selama dilakukan dengan tata kelola yang baik.
Baca Juga
"Itu pernah saya lakukan saat menjabat sebagai Direktur Treasury di LPS dan tidak ada masalah, yang penting kita menjaga tata kelola," tegasnya.
Strategi ini menurutnya bukan hanya soal return investasi, melainkan juga bagian dari mandat baru LPS dalam mendukung stabilitas sistem keuangan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK).
Farid menilai, peran LPS dalam sistem keuangan ke depan harus lebih strategis dan antisipatif, seiring dengan kompleksitas tantangan ekonomi dan dinamika pasar keuangan global.
Kedua, yakni peningkatan efektivitas anggaran. Farid menyoroti realisasi anggaran LPS tahun lalu yang mencapai Rp1,3 triliun, dengan sekitar Rp500 miliar bukan untuk belanja pegawai. Menurutnya, perlu dilakukan evaluasi atas efektivitas penggunaan anggaran terutama pada kegiatan publikasi dan kehumasan.
“Kita lihat anggaran humas mencapai Rp174 miliar, tetapi tingkat pemahaman publik terhadap LPS masih rendah. Yang tahu LPS di bawah 70%, yang paham hanya 32%, dan yang percaya 30%. Jangan-jangan programnya belum pas,” ujarnya.
Ketiga, penguatan organisasi dan SDM. Farid menilai perlunya pembentukan unit khusus di LPS seperti yang telah diterapkan di Korea dan Malaysia, agar program strategis dapat dijalankan dengan disiplin waktu, anggaran, dan target. Dia juga menekankan pelatihan SDM harus lebih mendalam.
“Pelatihannya jangan hanya umum. Harus menyasar topik-topik seperti Purchase and Assumption (P&A), Bridge Bank, M&A, Distress Asset Management, dan Proses Bisnis Bank/Asuransi,” tegasnya.
Keempat, penguatan GRC (Governance, Risk, and Compliance) serta sistem informasi. Farid menegaskan pentingnya meninjau kembali seluruh peraturan turunan dari UU P2SK agar selaras dengan ketentuan yang ada, serta menyusun peraturan pelaksana baru bila diperlukan. Salah satu fokusnya adalah pengembangan sistem IT untuk mendukung fungsi pengawasan dan manajemen risiko di LPS.
Dia juga menyoroti perlunya evaluasi proyek sistem IT di BPR/BPRS. Dia menyebut akan meninjau ulang proyek pengembangan sistem IT pada BPR/BPRS untuk memastikan kesesuaiannya dengan regulasi dan tata kelola yang baik.
Farid ingin memastikan LPS memiliki sistem pendukung berbasis teknologi yang mampu mendeteksi bank gagal secara dini dan menghitung estimasi risiko pemulihan (recovery risk).
Kelima, penguatan pengawasan di LPS. Dia mendorong penyelesaian tindak lanjut atas temuan BPK dan audit internal, serta memperkuat peran lapisan three lines of defense di tubuh LPS. Koordinasi dengan Badan Supervisi (BS) LPS juga perlu ditingkatkan. Selain itu menurutnya, kinerja BS LPS juga perlu didukung melalui keterbukaan informasi, anggaran, SDM, dan infrastruktur.
Keenam, penguatan kantor perwakilan. Farid mengusulkan peninjauan jumlah kantor perwakilan LPS di daerah agar jangkauan lembaga lebih merata di seluruh Indonesia. Selain itu, dia mendorong peningkatan kualitas dan kuantitas kegiatan kantor perwakilan dengan indikator kinerja (KPI) yang jelas.