Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Sidang Kartel Bunga Pinjol KPPU Jadi Sorotan

KPPU menyidangkan 97 penyelenggara pinjol terkait dugaan kartel bunga, meski AFPI dan OJK menegaskan penurunan bunga adalah arahan untuk melindungi konsumen.
Warga mencari informasi tentang pinjaman online di Jakarta, Rabu (16/7/2025). Bisnis/Fanny Kusumawardhani
Warga mencari informasi tentang pinjaman online di Jakarta, Rabu (16/7/2025). Bisnis/Fanny Kusumawardhani
Ringkasan Berita
  • KPPU menyidangkan dugaan kartel bunga terhadap 97 penyelenggara pinjaman online legal dan berizin, yang disebut mengatur suku bunga bersama pada 2020-2023.
  • AFPI dan OJK menegaskan bahwa penurunan bunga maksimum adalah arahan OJK untuk melindungi konsumen dari pinjol ilegal dan bukan upaya membatasi kompetisi.
  • Sejarah penetapan bunga pinjaman online dimulai dari POJK 77/2016 yang tidak mengatur bunga, hingga akhirnya OJK mengarahkan AFPI untuk menetapkan ambang batas bunga demi perlindungan konsumen.

* Ringkasan ini dibantu dengan menggunakan AI

Bisnis.com, JAKARTA - Langkah Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) menyidangkan tuduhan kartel bunga pada seluruh pelaku usaha pinjaman online (pinjol) legal dan berizin mendapat sorotan.

Direktur Eksekutif Lembaga Kajian Persaingan dan Kebijakan Usaha Fakultas Hukum Universitas Indonesia (LKPU-FHUI) Ditha Wiradiputra menilai KPPU menyusun argumen yang rancu.

Langkah para pelaku usaha itu lanjutnya, bertujuan melindungi konsumen agar dapat mengakses layanan keuangan yang affordable dan terhindar dari jerat pinjol ilegal. 

Apalagi, awal dari langkah penurunan bunga merupakan arahan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dalam situasi kekosongan hukum yang mengatur industri pinjaman daring.

“KPPU itu ditujukan untuk mencegah terjadinya praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat. Tujuan akhirnya kesejahteraan masyarakat. Salah satu tujuan UU persaingan usaha melindungi kepentingan umum dan yang telah dilakukan adalah bagian dari melindungi kepentingan umum,” paparnya, dikutip Senin (11/8/2025).

KPPU akan menyidangkan 97 penyelenggara layanan pinjol legal dan berizin dalam sidang perdana dugaan kartel suku bunga pinjaman daring. Lembaga tersebut menuduh para pelaku industri yang tergabung di asosiasi melakukan pengaturan bersama mengenai tingkat suku bunga pada kurun 2020-2023 sehingga dianggap membatasi ruang kompetisi dan merugikan konsumen.

Dugaan tersebut sebelumnya sudah dibantah oleh Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI). Dalam pernyataannya, AFPI menegaskan merupakan asosiasi resmi yang ditunjuk OJK mewadahi penyelenggara layanan pendanaan bersama berbasis teknologi informasi (LPBBTI) di Indonesia. 

AFPI menekankan bahwa penurunan bunga maksimum merupakan arahan dari OJK yang dibuat untuk melindungi konsumen dari predatory lending tanpa menghilangkan kompetisi antar pelaku industri.

“Persaingan merupakan instrumen agar masyarakat mendapatkan produk atau jasa terbaik pada harga terbaik. Kalau upaya pelaku usaha membuat layanan keuangan lebih dapat diakses, lalu dituduh melanggar hukum, kepentingan siapa yang dibela KPPU? Bisa-bisa KPPU dianggap penganut ekonomi kapitalis, sebab bicara ekonomi kapitalis ternyata membawa konsekuensi hukum,” katanya.

OJK sendiri sebelumnya telah mengakui bahwa penetapan bunga maksimum merupakan arahan yang mereka berikan kepada AFPI dalam merespons kekosongan regulasi demi memberikan perlindungan konsumen sekaligus membedakan platform online legal dari pinjol ilegal. 

Dari semula bunga maksimum 0,8% pada 2018, kembali turun menjadi 0,4% pada 2020, lalu akhirnya ditekan lagi menjadi 0,3% untuk pinjaman dengan tenor kurang dari 6 bulan dan 0,2% untuk tenor lebih dari 6 bulan melalui Undang-Undang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK). Dalam tiga kali penetapan bunga maksimum tersebut, hanya yang terakhir yang tidak dipersoalkan KPPU.

Adapun, Mantan Pejabat Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang mencetuskan bunga pinjaman online 0,8% menjelaskan bagaimana kronologi bunga pinjaman tersebut dipakai oleh industri fintech P2P lending.

Hendrikus Passagi, Direktur Pengaturan Perizinan dan Pengawasan Fintech OJK periode 2017-2020 menjelaskan berdirinya industri fintech P2P lending di Indonesia dimulai dari lahirnya Peraturan OJK (POJK) No.77/2016 tentang Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi.

"Di POJK 77/2016 waktu kita lahirkan pertama, kita katakan tingkat bunga silakan diatur oleh penyelenggara sesuai kondisi perekonomian yang berlaku. Jadi di POJK 77 2016 bunga tidak diatur. Karena semangatanya, kalau kita atur-atur bunga ini kita tidak lagi termasuk di pendanaan demokratis," kata Hendrikus saat ditemui Bisnis di kawasan Kebun Sirih, Jakarta, Jumat (16/5/2025).

Saat perusahaan fintech P2P lending beroperasi mulai Januari 2017 tanpa aturan bunga pinjol, Hendrikus menjelaskan saat itu bunga pinjol yang dipatok perusahaan beragam, ada yang 1%, 5% sampai ada yang 10%.

Hendrikus menjelaskan pada momen tersebut pihaknya banyak mendapatkan keluhan soal tingginya bunga pinjaman online yang dipatok perusahaan pinjol. OJK sendiri tidak bisa mengeluarkan ketentuan bunga pinjol karena tidak diatur dalam POJK 77/2016. 

Namun, dalam salah satu ketentuan di regulasi tersebut menyebut bahwa perusahaan penyelenggara fintech P2P lending yang terdaftar dan berizin OJK wajib menjadi anggota asosiasi yang ditunjuk OJK. 

Masalahnya, saat itu perusahaan pinjol masih berada di bawah naungan Asosiasi Fintech Indonesia (AFTECH) yang notabene tidak spesifik hanya fintech P2P lending saja.

"Waktu itu fintech P2P lending bergerak liar dan bernaung di bawah AFTECH. Saya lihat di bawah AFTECH banyak yang diurus tidak hanya fintech P2P lending, waktu itu P2P tidak terlalu diurus, bunga dibuat suka-suka. Mereka juga mengakses data suka-suka mereka." jelasnya.

Hendrikus kemudian memerintahkan industri membuat asosiasi baru. Selanjutnya pada 2018 berdiri Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) yang menaungi perusahaan fintech khusus model bisnis P2P lending atau yang sekarang dikenal dengan pinjaman online. Mandat pertama yang diberikan OJK saat AFPI berdiri adalah untuk menetapkan ambang batas pinjaman online.

"Saya yang perintahkan mereka yang atur bunganya. Waktu itu saya tidak sebut angka, atur dan bawa ke saya bukti riset tingkat dunia. Mereka datang membawa kajian dari Financial Conduct Authority (FCA) yang ada di Inggris. Itu hasil kajian 2014, FCA 0,8% per hari," jelasnya.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Bisnis Indonesia Premium.

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Bisnis Indonesia Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro