Bisnis.com, JAKARTA — Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) merasa dugaan pelanggaran kartel suku bunga pinjaman online atau pinjol yang dilayangkan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) merupakan hal yang jahat.
Ketua Umum AFPI Entjik S. Djafar merasa dugaan KPPU itu membuat asosiasinya seperti dituduh bak ‘maling’ dan penjahat yang sengaja mengatur bunga demi kepentingan atau keuntungan.
“Padahal tidak ada yang kita atur untuk keuntungan, karena yang kita atur adalah batas atas. Sementara kita dituduh fixed pricing juga. Fixed pricing itu kan harganya sama, padahal realitanya kan harganya tidak sama,” ujarnya di acara diskusi publik Celios, Jakarta, Senin (11/8/2025).
Perlu diketahui, sejak awal pembentukan AFPI, bunga pinjol legal dipatok sebesar 0,8% per hari dengan mengacu pada praktik peer-to-peer lending di Inggris. Namun, sesuai arahan OJK, angka ini beberapa kali mengalami penyesuaian hingga kini menjadi 0,3% per hari.
Menurut Entjik, pematokan bunga itu justru dilakukan sebagai upaya untuk memproteksi atau memberikan perlindungan kepada konsumen, supaya bunga pinjol tidak ‘gila-gilaan’ karena tidak memiliki batas atas.
“Bunga ini kita memang atur untuk consumer protection, bukan untuk keuntungan dan yang paling penting bahwa ini atas arahan OJK. OJK sudah buat surat ke KPPU dan OJK sudah melakukan press release bahwa dari awal ini adalah arahan OJK. Jadi, saya berpendapat bahwa kita bukan penjahat,” tegasnya.
Baca Juga
Sebab itu, dia mempertanyakan posisi KPPU sedang berpihak ke arah mana, apakah ke pinjol legal alias sekarang bernama pindar atau justru malah ingin menyuburkan pinjol ilegal. Menurutnya, seharusnya yang dituntut pinjol ilegal karena mematok bunga yang sangat tinggi.
“Menurut saya Ini Tom Lembong kedua nih. Enggak fair, sangat enggak fair menurut saya. Kita ini melindungi konsumen tapi kita dituntut, bayangkan. Dan kita bikin ini untuk batas atas, bukan untuk keuntungan, supaya ‘hey para pindar ini jangan terlalu banyak untung’,” ujarnya.
Berdasarkan catatan Bisnis, penyeragaman bunga pinjol 0,8% ketika masih diatur oleh AFPI menjadi persoalan di Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU). Penyelidikan KPPU mengungkap adanya dugaan pelanggaran Pasal 5 Undang-Undang Nomor 5/1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.
Dalam keterangan resmi KPPU, menerangkan bahwa sebanyak 97 perusahaan pinjol yang ditetapkan sebagai terlapor diduga menetapkan plafon bunga harian yang tinggi secara bersama-sama melalui kesepakatan internal (eksklusif) yang dibuat AFPI.
"Ditemukan bahwa mereka menetapkan tingkat bunga pinjaman [yang meliputi biaya pinjaman dan biaya-biaya lainnya] yang tidak boleh melebihi suku bunga flat 0,8% per hari, yang dihitung dari jumlah aktual pinjaman yang diterima oleh penerima pinjaman yang kemudian besaran tersebut diubah menjadi 0,4% per hari pada tahun 2021," jelas KPPU.