Bisnis.com, JAKARTA-- Sudah beberapa waktu ini, di jejaring sosial ada meme tentang nilai tukar rupiah. Salah satunya adalah joke tentang kekuatan masing-masing lembaran pecahan uang yang beredar di masyarakat.
Selembar uang Rp100.000 yang bergambar Soekarno dan Hatta, adalah nilai denominasi terbesar yang menyatakan dirinya mampu membeli apapun. Lembaran Rp50.000 (I Gusti Ngurah Rai) itu sang nomor dua yang bisa membeli paket Internet untuk sebulan.
Lain pula dengan lembaran Rp20.000 (Otto Iskandar Dinata) yang mengklaim sanggup membeli sebungkus rokok plus es teh manis.
Adapun lembaran Rp10.000 (Sultan Machmud Badaruddin) setidaknya bisa untuk bermain Internet selama 3 jam di Warnet.
Namun, si Pattimura di lembaran Rp1.000 menyatakan dirinya dan Pangeran Antasari di lembaran Rp2.000 justru yang paling banyak mendapatkan pahala karena sering berkunjung ke masjid, kotak amal, panti asuhan dan kotak sumbangan lainnya.
Kekuatan masing-masing lembaran denominasi tersebut rasanya miris jika dibandingkan dengan situasi terkini kala rupiah 'dihajar' dari kedua sisinya, baik sebagai nilai tukar (kurs) ataupun nilai barang (inflasi).
Lupakanlah soal currency war atau competitive devaluation dan sejumlah faktor lainnya karena hanya akan dianggap sebagai alasan dari biang keladi nilai tukar rupiah yang kian terpuruk hingga setidaknya menyentuh level Rp.14.000 per dolar AS.
Menjaga nilai rupiah memang adalah tugas dan tujuan Bank Indonesia sesuai dengan UU No.4/2004 tentang Bank Indonesia pasal 7, dan UU No.7/2011 tentang Mata Uang.
Namun, kondisi terkini tak pelak membuat Bank Indonesia melihat bahwa pelemahan rupiah akhir-akhir ini telah terlalu dalam (overshoot) sehingga telah berada jauh di bawah nilai fundamentalnya (undervalued).
Resep bauran kebijakan telah maksimal dilakukan BI mulai dari intervensi pasar, penetapan kurs referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor) hingga memperketat pembelian dolar AS dengan underlying dari US$100.000 menjadi US$25.000.
Tak hanya itu, langkah antisipatif juga dilakukan terhadap pengawasan penggunaan rekening Nostro di industri perbankan yang disinyalir juga menjadi katalis pelemahan nilai tukar.
Rekening nostro sendiri merupakan rekening atau akun valuta asing suatu bank yang terdapat pada bank koresponden di luar negeri dan dicatat dalam mata uang tempat bank koresponden tersebut berada.
Sebaliknya, rekening vostro merupakan milik bank koresponden yang dicatat di Indonesia.
Hasilnya? Resep dari BI memang belum langsung membuat demam nilai tukar ini mereda. Para trader jelas berlaku naluriah mencari keuntungan, Jisdor pun kurang mendapatkan respons positif.
Bagi perbankan, gejolak nilai tukar jelas membuat alarm berbunyi nyaring. Mekanisme uji ketahanan (stress test) pun diskenariokan.
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pun bersama dengan industri perbankan bersama-sama melakukan uji ketahanan dari mulai skenario yang paling ekstrem hingga yang moderat.
Hasilnya, daya tahan industri perbankan terhadap gejolak nilai tukar rupiah senilai Rp14.000 per dolar AS masih cukup baik.
Angka Rp14.000 boleh jadi kini bukanlah analogi yang ekstrem. Besaran lainnya pun diskenariokan.
Namun, seperti kata Ketua Dewan Komisioner OJK Muliaman D. Hadad Muliaman Hadad, "Stress test ini dilakukan kapan saja, any minutes, tidak hanya karena situasi sekarang saja. Bisa menguji situasi ke depan gimana?".
Krisis moneter 1998 memang masih menghantui industri perbankan di Tanah Air. Kala itu nilai rupiah jeblok dan sempat menyentuh nilai transaksi Rp17.000 per dolar AS. Dampaknya jelas, 1 November 1998, 16 bank umum dilikuidasi oleh pemerintah.
Kini, situasi boleh jadi berubah dan tak sama. Seakan mengamini stress test OJK dan perbankan, Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) pun menyatakan industri perbankan dalam keadaan yang tidak mengkhawatirkan, meskipun terdapat tekanan pada kredit macet atau non-performing loan (NPL).
Ketua Dewan Komisioner LPS Heru Budiargo mengatakan kondisi industri perbankan nasional ini dalam keadaan aman dan belum terdapat bank gagal maupun bank yang ditutup akibat pelemahan nilai tukar rupiah.
"Hingga saat ini tidak ada bank yang ditutup maupun terancam ditutup akibat kesulitan likuiditas," ujarnya, tegas.
Secara spesifik kondisi industri perbankan memang dalam keadaan yang terkendali dengan sejumlah indikator yakni posisi devisa neto (PDN) yang masih relatif kecil yakni sebesar 2,44% jauh dari batas sebesar 20%.
Sementara itu, rasio kecukupan modal atau capital adequacy ratio (CAR) sebesar 20,28% hingga semester I/2015. Untuk rasio alat likuiditas terhadap non core deposit (NCD) sebesar 80% hingga 94%.
Selain itu, hingga saat ini ada 156 juta unit rekening yang dimiliki oleh nasabah perbankan nasional. Dari total tersebut, 96,4% sudah berada dalam jaminan LPS. Setidaknya itu sinyal yang sedikit menenangkan hati orang banyak.
Namun, bantalan terhadap krisis moneter tetap harus disiapkan oleh pemerintah dan otoritas terkait.
Dicabutnya Peraturan Pemerintah Pengganti Undang Undang Nomor 4 Tahun 2008 tentang Jaring Pengaman Sistem Keuangan (JPSK), baiknya harus segera ditindaklanjuti dengan pembahasan UU JPSK untuk segera disahkan.
Di sisi lain, fungsi dan tugas Bank Indonesia dalam mengawal kedaulatan nilai rupiah juga tak bisa berjalan sendiri. Aksi ambil untung, baik di kurs dan nilai barang harus dieliminir, meski memang kedaulatan tak sekadar bicara pahala karena kadang diboncengi keserakahan pula.
Jangan sampai kekuatan uang rupiah lembaran Soekarno dan Hatta tak lebih berarti dari nilai intrinsiknya saja.
Nilai Tukar Rupiah & Krisis yang Menghantui Perbankan
Sudah beberapa waktu ini, di jejaring sosial ada meme tentang nilai tukar rupiah. Salah satunya adalah joke tentang kekuatan masing-masing lembaran pecahan uang yang beredar di masyarakat.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel
Penulis : Fahmi Achmad
Editor : Fahmi Achmad
Konten Premium
Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.
1 jam yang lalu
Bank BJB (BJBR) Bicara Dividen dan Strategi Anorganik
Artikel Terkait
Berita Lainnya
Berita Terbaru
1 jam yang lalu
Bank BJB (BJBR) Bicara Dividen dan Strategi Anorganik
6 jam yang lalu