Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Ekonom: Masyarakat Tak Akan Tinggalkan P2P Lending meski Ada Dugaan Kartel Bunga Pinjol

KPPU menyelidiki dugaan kartel pinjol, namun minat pinjaman diprediksi tetap tinggi meski ada pengaruh pada lender. OJK diharapkan menetapkan acuan bunga.
Ilustrasi fintech P2P lending atau pinjol. / Freepik.com
Ilustrasi fintech P2P lending atau pinjol. / Freepik.com

Bisnis.com, JAKARTA — Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) akan kembali menggelar sidang lanjutan dugaan kartel bunga pinjaman online atau pinjol yang menyeret 97 pelaku usaha pada Selasa (26/8/2025) mendatang.

Meski kasus ini terus berjalan di persidangan, Direktur Ekonomi Digital Center of Economic and Law Studies (Celios) Nailul Huda berpendapat peminjam (borrower) tidak akan serta-merta beralih dari pinjol. Dia yakin permintaan pinjaman di fintech P2P lending akan tetap tinggi.

“Bagi borrower, saya rasa tidak akan berpengaruh, permintaan akan tetap tinggi. Namun bagi lender [peminjam], bisa berpengaruh,” katanya kepada Bisnis, dikutip pada Rabu (20/8/2025).

Dia mengingatkan pinjaman daring alias pindar mengadopsi two-sided market. Penetapan manfaat ekonomi atau suku bunga yang lebih rendah, bisa membuat lender yang berinvestasi di sektor produktif menjadi minim. Bila itu terjadi, maka likuiditas dari platform untuk menyalurkan pembiayaan pun bisa tersendat.

Di satu sisi, bagi borrower bunga pinjaman yang lebih rendah seharusnya bisa membuat permintaan pinjaman daring meningkat. Pasalnya, mereka bisa mendapatkan pembiayaan tanpa proses yang rumit.

“Pada awal kehadiran, untuk meningkatkan minat lender, bunga yang dipasang cukup tinggi. Apalagi persaingan dengan pinjol ilegal yang saat itu bisa menawarkan keuntungan yang lebih tinggi. Maka yang dirugikan adalah borrower harus mendapatkan bunga pinjaman yang mencekik,” jelasnya.

Kala itu, lanjutnya, pihaknya menyampaikan bahwa industri pinjol butuh acuan bunga. Karena kalau tidak ditetapkan, bunga pinjaman bisa terlampau tinggi dan bisa kembali pada era 2020—2021 yang banyak masalah timbul akibat pinjol.

“Maka memang sudah seharusnya ada aturan ataupun rujukan bagi para pelaku pinjaman daring dalam menetapkan bunganya. Peran aturan dan rujukan diambil oleh Otoritas Jasa Keuangan [OJK],” ujarnya.

Respons Pelaku Usaha soal Kasus Dugaan Kartel Pinjol

Sementara itu, PT Pembiayaan Digital Indonesia (AdaKami) menyampaikan pihaknya menghormati seluruh proses yang sedang berlangsung di KPPU. 

“AdaKami menghormati proses yang sedang berlangsung di KPPU dan akan bersikap kooperatif dalam setiap tahapan yang diperlukan,” kata Chief of Public Affairs PT Pembiayaan Digital Indonesia (AdaKami), Karissa Sjawaldy kepada Bisnis, dikutip pada Rabu (20/8/2025).

VP Public Relations PT Amartha Mikro Fintech (Amartha) Harumi Supit menekankan bahwa sejak awal Amartha telah menerapkan suku bunga pinjaman di bawah batas maksimum yang ditetapkan.

“Tujuannya adalah agar tidak membebani mitra, sekaligus menjaga kelancaran usaha mereka. Sehingga regulasi ini tidak berdampak pada kami, kegiatan berlangsung seperti biasa dengan melayani UMKM perempuan di lebih dari 50.000 desa,” ujarnya.

Adapun, Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) menegaskan bahwa tidak ada sama sekali kesepakatan dalam menentukan manfaat ekonomi atau suku bunga antar anggota asosiasi.

Kepala Hubungan Masyarakat AFPI Kuseryansyah menuturkan tak ada kompromi dalam menentukan batas atas manfaat ekonomi di industri pinjaman daring (pindar) atau pinjol. Dia berujar, batas atas ini adalah ceiling price, sehingga para penyelenggara masih memiliki ruang yang besar untuk menentukan harga yang akan dikenakan kepada pengguna.

“Pada dasarnya pelaku usaha memiliki kebebasan menentukan tingkat suku bunga tadi sepanjang tidak melampaui batas tersebut,” katanya dalam konferensi pers mengenai batas maksimum manfaat ekonomi, Kamis (14/8/2025) di Jakarta.

Sebagai informasi, bunga maksimum industri pinjol legal yang dimaksud Kuseryansyah adalah sebesar 0,8% pada 2018. Adapun, besaran bunga ini mengacu pada kajian dari Financial Conduct Authority (FCA) yang ada di Inggris.

“Situasinya adalah industri fintech lending ini masih di early stage, awal sekali, tidak ada patokan, tidak ada acuan. Jadi, platform pinjaman daring di bawah AFPI tidak pernah membuat kesepakatan untuk menentukan batas maksimum manfaat ekonomi yang diatur ke 0,8%,” ujarnya.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Bisnis Indonesia Premium.

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Bisnis Indonesia Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro