Bisnis.com, JAKARTA--Gejolak ekonomi global dan domestik ternyata tak hanya berdampak pada bank-bank bermodal tebal, namun industri bank pembiayaan rakyat syariah (BPRS) juga terkena dampaknya.
Ketua Kompartemen BPRS Asbisindo Cahyo Kartiko menuturkan kualitas pembiayaan yang disalurkan BPRS juga mengalami pemburukan sebagai imbas perlambatan ekonomi.
"Beberapa BPRS besar membiayai komoditas, seperti kelapa sawit dan kokoa, itu yang memburuk dan berpengaruh secara industri," katanya di Jakarta, Jumat (16/10/2015).
Data dari Statistik Perbankan Indonesia yang diterbitkan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat per Agustus 2015 angka pembiayaan bermasalah (non performing financing/NPF) industri BPRS cukup jauh di atas ambang batas maksimum yang ditetapkan, yakni mencapai 9,74%.
Angka ini meningkat 91 basis poin secara tahunan dari 8,83% per Agustus 2014.
Lebih lanjut, Cahyo mengatakan untuk menurunkan angka NPF, industri BPRS memerlukan perbaikan dari segi kualitas pembiayaan, antara lain dari pemilihan segmen penyaluran pembiayaan dan proses seleksi calon debitur.
"Saat ini Asbisindo sedang menggodok model bisnis yang tepat untuk industri BPRS, sehingga teman-teman bisa terarah bisnisnya. Tidak asal menyalurkan pembiayaan," ujarnya.
Adapun penyaluran pembiayaan industri BPRS menurut SPI OJK, per Agustus 2015 tercatat senilai Rp5,61 triliun atau tumbuh 15,90% secara tahunan dari Rp4,84 triliun dan pertumbuhan aset tercatat sebesar 16,61% dari Rp6,08 triliun menjadi Rp7,09 triliun.
Saat ini jumlah BPRS yang ada di wilayah Tanah Air tercatat sebanyak 162 bank dengan total jumlah kantor sebanyak 452 unit.