Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

BI RATE: Peluang Penurunan Bunga Semakin Terbuka

Tingkat inflasi dan defisit transaksi berjalan yang rendah sepanjang 2015 membuat sebagian ekonom berekspektasi adanya penurunan dosis kebijakan moneter dalam Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia yang dijadwalkan pada 13-14 Januari
BI Rate diprediksi dipangkas./JIBI
BI Rate diprediksi dipangkas./JIBI

Bisnis.com, JAKARTA- Tingkat inflasi dan defisit transaksi berjalan yang rendah sepanjang 2015 membuat sebagian ekonom berekspektasi adanya penurunan dosis kebijakan moneter dalam Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia yang dijadwalkan pada 13-14 Januari 2016.

Setidaknya separuh dari 10 ekonom yang disurvei Bisnis pada Selasa (12/1/2016), memproyeksi akan ada pelonggaran BI Rate pada Januari guna mendukung ekspansi ekonomi. Namun, sisanya meyakini kebijakan bias ketat masih akan dipertahankan karena kekhawatiran ambruknya nilai tukar rupiah terhadap dolar AS.

Eric Alexander Sugandi, Senior Economic Analyst Kenta Institute memproyeksi akan ada pemangkasan suku bunga acuan bank sentral sebesar 25 basis poin dari 7,5% menjadi 7,25% karena terkendalinya tingkat inflasi dan defisit transaksi berjalan. Pada saat yang sama, nilai tukar rupiah relatif lebih stabil.

“Januari adalah timing yang cocok karena saat ini ketiga alasan tadi masih mendukung,” ujarnya.

Dampak dari ambruknya bursa China terhadap pasar finansial Tanah Air, sambungnya, hanya bersifat sementara. Menurut dia, imbas dari kondisi ini masih bisa dikendalikan ka rena tidak sebesar kenaikan per tama Fed Fund Rate (FFR).

Eric melanjutkan perlambatan kredit perbankan pada November 2015 menjadi 9,5% (year-onyear) dari posisi pertumbuhan pada Oktober 2015 sebesar 10,1% menunjukkan sudah terlalu ketatnya kebijakan yang sudah diambil otoritas.

Dia memperkirakan hingga akhir tahun ini dosis suku bunga acuan BI akan berada di level 6,75% dengan perkiraan waktu pa da kuartal I, II, dan IV.

Ekonom PT Bank Mandiri Tbk. Andry Asmoro menilai jika ada penurunan 25 basis poin belum akan memacu pelarian modal besar-besaran mengingat real interest rate yang merupakan selisih antara suku bunga dan inflasi di Indonesia masih cukup lebar. Dengan capaian inflasi 3,35%, posisi real interest rate sudah berada di level 4,15%.

Kepala Ekonom PT BCA Tbk. David Sumual mengungkapkan saat ini penjagaan inflasi lebih banyak bergantung pada peran pemerintah terutama dari sisi harga bahan makanan. Pasalnya capaian inflasi inti yang ber tahan rendah di level 3,95% me nun jukkan peran otoritas moneter su dah cukup.

BELANJA PEMERINTAH

Selain itu, di tengah agresivitas pemerintah berbelanja mulai awal tahun, menurutnya, harus dibarengi dengan pelonggaran dari sisi moneter.

“Kalau pemerintah agresif di awal tahun tapi kebijakan moneter masih ketat, akan meng ganggu likuditas,” katanya.

Eksekusi penurunan BI Rate pada kuartal I, terutama Januari dinilai tepat karena pada saat yang bersamaan bank sentral Amerika Serikat diproyeksi tidak akan menaikkan suku bunganya kembali, bahkan hingga akhir tahun kenaikan secara gradual hingga 1% tidak akan dieksekusi secara agresif.

Sementara itu, ekonom Samuel Asset Management Lana Soelistianingsih menilai dosis moneter seharusnya masih dipertahankan di level saat ini karena masih rentannya nilai tukar rupiah. Selain isu yuan, anjloknya harga minyak mentah di level US$30-an per barel bahkan diproyeksi menuju US$20 per barel akan semakin menekan suplai dolar AS.

“Hal itu tentu berat karena harga komoditas ikut turun akhirnya akan ada penurunan pasokan valas dari hasil ekspor,” ujarnya. 

Menurut dia, penjaga nilai tukar rupiah saat ini harus menjadi fokus utama karena Indonesia masih mempunyai masalah besar dalam suplai valas. Oleh karena itu, pemerintah diminta membantu dari sisi penerbitan global bonds.

Kepala Ekonom PT Maybank Indonesia Tbk. Juniman mengatakan bayangan tekanan pada nilai tukar rupiah masih akan berlanjut karena perlambatan ekonomi China dan turunnya harga-harga komoditas.

“Apakah bank sentral mau mengeliminasi masalah ini atau tidak?” Gundy Cahyadi, Ekonom DBS

Bank menyatakan tidak ada kebutuhan yang mendesak untuk menurunkan suku bunga acuan BI saat ini. Kestabilan nilai tukar rupiah, imbuhnya, jauh lebih penting
untuk pertumbuhan ekonomi yang kuat.

Bahkan, di tengah fenomena perang mata uang yang marak, penurunan dosis moneter justru akan mengirimkan sinyal yang salah. Apalagi, selama ini BI dinilai
aktif mengelola volatilitas nilai tukar rupiah.

“Atas kondisi itu, sulit untuk mencerna mengapa bank sentral ingin menurunkan suku bunga saat ini.”

 
pangan bg

Uji pemahamanmu mengenai aplikasi mobile banking

Apa yang menjadi pertimbangan utama Anda dalam memilih aplikasi mobile banking?

Seberapa sering Anda menggunakan aplikasi mobile banking?

Fitur apa yang paling sering Anda gunakan di aplikasi mobile banking?

Seberapa penting desain antarmuka yang sederhana bagi Anda?

Apa yang membuat Anda merasa nyaman menggunakan aplikasi mobile banking tertentu?

Apakah Anda mempertimbangkan reputasi bank sebelum mengunduh aplikasinya?

Bagaimana Anda menilai pentingnya fitur keamanan tambahan (seperti otentikasi biometrik)?

Fitur inovatif apa yang menurut Anda perlu ditambahkan ke aplikasi mobile banking?

Apakah Anda lebih suka aplikasi yang memiliki banyak fitur atau yang sederhana tetapi fokus pada fungsi utama?

Seberapa penting integrasi aplikasi mobile banking dengan aplikasi lain (misalnya e-wallet atau marketplace)?

Bagaimana cara Anda mengetahui fitur baru pada aplikasi mobile banking yang Anda gunakan?

Apa faktor terbesar yang membuat Anda berpindah ke aplikasi mobile banking lain?

Jika Anda menghadapi masalah teknis saat menggunakan aplikasi, apa yang biasanya Anda lakukan?

Seberapa puas Anda dengan performa aplikasi mobile banking yang saat ini Anda gunakan?

Aplikasi mobile banking apa yang saat ini Anda gunakan?

pangan bg

Terimakasih sudah berpartisipasi

Ajak orang terdekat Anda untuk berpartisipasi dalam kuisioner "Uji pemahamanmu mengenai aplikasi mobile banking"


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Sumber : Bisnis Indonesia (13/1/2016)

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper