Bisnis.com, JAKARTA – Pertumbuhan aset industri dana pensiun di Indonesia mengalami perlambatan signifikan. Per Februari 2025, total aset gabungan dari program pensiun sukarela dan pensiun wajib tumbuh 5,94% secara tahunan (year on year/YoY), melambat dibandingkan dengan pertumbuhan 10,71% YoY pada Februari 2024.
Deputi Komisioner Bidang Pengawasan Perasuransian, Penjaminan dan Dana Pensiun OJK, Iwan Pasila, mengakui bahwa pihaknya bersikap realistis terhadap kinerja industri tahun ini. Ia menyebut target pertumbuhan 9–11% bisa saja tidak tercapai.
"Memang kalau hanya melihat short term sekarang ini ya, ada kecenderungan mungkin kita berpikir tidak realistis [target 9-11%]. Tapi kan kita tidak tahu apa yang terjadi mungkin di bulan depan," ujar Iwan saat ditemui dalam seminar nasional dana pensiun di Hotel Bidakara, Jakarta, Kamis (24/4/2025).
Secara rinci, aset program pensiun sukarela hanya mencatatkan pertumbuhan 2,36% YoY per Februari 2025, turun dibandingkan 7,03% YoY pada periode yang sama tahun lalu. Sementara itu, program pensiun wajib tumbuh 7,20% YoY, juga melambat dibandingkan dengan pertumbuhan 12,07% YoY pada Februari 2024.
Menghadapi situasi tersebut, Iwan menilai penting bagi industri dana pensiun untuk memperbaiki tata kelola kebijakan investasi alih-alih sekadar mengejar target pertumbuhan aset.
"Yang kita tidak mau itu kan adalah kita hanya mengejar target, tapi akhirnya kewajibannya [membayar manfaat pensiun] tidak dipenuhi karena investasinya jadi asal-asalan. Nah itu yang kita tidak mau," tegasnya.
Baca Juga
Lebih lanjut, OJK mendorong penyusunan kebijakan investasi yang disiplin dan berjenjang dalam tiga tahap. Tahap pertama adalah alokasi dana secara agresif ke instrumen saham yang dinilai dapat memberikan imbal hasil jangka panjang yang baik.
"Jadi kalau dia bisa pilih saham-saham yang baik, itu dalam jangka panjang akan tumbuh baik," kata Iwan. Langkah ini juga bertujuan memperkecil selisih antara rasio manfaat pensiun terhadap gaji terakhir pekerja (replacement ratio) yang saat ini masih 15%–20%, jauh dari standar ILO sebesar 40%.
Tahap kedua mencakup pergeseran alokasi investasi ke instrumen pendapatan tetap (fixed income) dalam kurun waktu 10–15 tahun sebelum masa pensiun. Tahap ketiga adalah penempatan dana pada instrumen pasar uang dalam 5 tahun menjelang pembayaran manfaat pensiun.
"Jadi ini harus punya disiplin investasi. Dia harus menyusun apa yang kita sebut dengan kebijakan investasi. Dia harus menyusun itu dan dia harus melihat kegiatan investasi itu sejalan atau tidak dengan kebijakan yang sudah dibuat sebelumnya, lalu direview secara berkala. Ini yang kita mau dorong," tutup Iwan.