Bisnis.com, JAKARTA – Sinergi dan value creation BUMN. Itulah tagline yang disampaikan pemerintah saat meluncurkan peta jalan baru (roadmap) BUMN 2016—2019.
Ide dasar roadmap ini sebetulnya tidak berbeda jauh dengan blueprint reformasi BUMN yang diluncurkan pada 1999.
Ide dasarnya adalah perampingan jumlah BUMN (target menjadi 85 BUMN), pembentukan beberapa holding company, dan munculnya imperium BUMN yang masuk dalam Fortune 500. Sudah hampir 2 dekade ide ini diluncurkan, tetapi progres baru terlihat signifikan dalam beberapa tahun terakhir
Sinergi antar-BUMN sudah dicanangkan lama, tetapi pelaksanaan agak tersendat. Alternatif strategi melalui konsolidasi BUMN baru efektif di holding Semen Indonesia dan Pupuk Indonesia.
Belum terlihat secara signifikan di holding pertanian atau kehutanan yang masih bersifat operating holding.
Pada 2018 ini, pemerintah telah mendirikan dua holding baru BUMN, yaitu holding pertambangan dan migas.
Penciptaan nilai (value creation) secara teknis sangat dimungkinkan dalam implementasi holding company ini melalui kapitalisasi konsep strategic fit, terutama dalam holding sektoral di mana optimalisasi resources dalam keseluruhan mata rantai operasi perusahaan (value chain) dapat dilakukan. Ditambah pula dengan kebijakan penghiliran yang memungkinkan peningkatan nilai tambah di domestik.
Pembentukan holding BUMN berdaya saing yang kokoh di pasar domestik dan mampu bersaing di pasar regional dan bahkan di pasar global adalah dambaan publik.
Studi Booz Allen (2014) menunjukkan responden dunia usaha Indonesia adalah yang paling tidak siap di Asean menghadapi integrasi pasar regional, kalah dibandingkan dengan kesiapan Malaysia, Singapura, Thailand, dan Vietnam.
Isu utama adalah ketidaksiapan menghadapi pesaing perusahaan multinasional, tingginya biaya logistik, kesulitan adaptasi menjadi perusahaan skala regional, serta terbatasnya international talent.
Praktik manajemen yang masih dirasa kurang efektif dan produktif juga menjadi hal yang disoroti untuk bisa bersaing dengan pemain-pemain kelas dunia.
Menurut temuan IMD World Competitivenes Yearbook 2018, hal itu menjadi salah satu determinan yang membuat peringkat daya saing RI stagnan.
Dalam diskusi dengan beberapa top eksekutif BUMN skala regional disampaikan bahwa kunci sukses mereka masuk pasar kawasan adalah memahami target pasar secara detail, due diligence secara akurat, adaptasi budaya serta penanganan post-merger integration (PMI) secara komprehensif.
Dalam skala global, kinerja BUMN China yang telah menjelma menjadi MNC dunia, seperti Sinopec dan CNP, memberikan perspektif berbeda. Mereka telah beroperasi hampir di seluruh penjuru dunia dan bertransformasi menuju korporasi yang berorientasi pada value creation, bukan sekadar ekspansi pasar secara geografis. Dominasi BUMN China dalam Fortune 500 sangat kuat.
Demikian pula apabila melihat kinerja Temasek Group. Orientasinya adalah delivering sustainable value over long-term. Artinya memiliki perusahaan yang kompetitif dan berorientasi jangka panjang sangat dijaga.
Sebagai contoh, tingkat NIM perbankan di Singapura yang terendah di Asean di bawah 2%, sementara fee-based income-nya sekitar 40%. Bandingkan dengan NIM perbankan BUMN yang batas atasnya bisa mencapai 8,5% dengan tingkat fee-based income rata-rata sekitar 20%.
Pekan lalu, LM FEB UI memfasilitasi grup BUMN berdiskusi dengan Khazanah Nasional di Kuala Lumpur, dan diterima oleh Amran Hafiz, Executive Director Investment Khazanah.
Menurut Hafiz, transformasi yang dilakukan Khazanah pada 2005—2015 menjadi fondasi Khazanah bisa memiliki kinerja lebih baik seperti saat ini.
Aspek utama yang menjadi penekanan adalah kelembagaan di mana Chairman Khazanah dipimpin langsung oleh Perdana Menteri dengan tujuan meminimalisasi ‘intervensi’ dari pihak manapun.
Misi utama Khazanah adalah mengelola BUMN dengan prinsip komersial dan tugas lainnya yang bersifat strategis, yaitu mengelola BUMN yang bersifat rintisan. Misalnya saat ini portofolio Khazanah juga meliputi bisnis startup dan bisnis agrifood yang bersifat pioneering.
Proses penilaian kinerja portofolio dan direksi pengelola perusahaan dilakukan secara reguler. Proses akuisisi dan divestasi portofolio berdasarkan kinerja perusahaan.
Direksi berkinerja buruk diganti. Rotasi pimpinan anak perusahaan minimal 3 tahun sekali. Pengembangan perusahaan dilakukan dengan mengelola retained earning secara konservatif, di mana dividen yang disetorkan ke negara relatif tidak dipatok tinggi.
Organisasi holding Khazanah relatif tidak besar, terdiri atas core staff sekitar 100—150 orang dan tenaga penunjang.
Fungsi pengendalian Khazanah terhadap lebih dari 100 perusahaan yang ada di bawahnya dilakukan lewat penempatan orang di posisi eksekutif ataupun pengawas (komisaris).
Best talent diperoleh melalui rekruitmen di universitas terbaik dalam dan luar negeri. Apabila dibutuhkan, Khazanah juga meg-hire ekspatriat untuk bekerja di headquarter ataupun kantor representatif mereka di Beijing, Mumbay, Istanbul, London, dan San Fransisco.
Sebagai catatan, sepak terjang bisnis BUMN Khazanah Nasional Bhd. selama ini dapat dilihat di Indonesia. Bahkan, Indonesia telah menjadi salah satu pasar penting bagi portofolio produk Khazanah Nasional Bhd.
Selain masuk melalui CIMB (bank), Axiata (telekomunikasi), toll road, Khazanah juga mulai masuk melalui penempatan langsung di group Bluebird.
Total investasi Khazanah di Indonesia sekitar 5% dari total investasi di luar negeri. Posisi itu menempatkan Indonesia di urutan kedua tujuan investasi Khazanah, setelah China (7%).
Harapan ke Depan
Melihat situasi holding company BUMN saat ini dan beberapa benchmarking yang dilakukan, optimalisasi pengelolaan holding BUMN ke depan perlu mencermati beberapa hal.
Pertama, secara kelembagaan perlu penguatan peran holding sehingga mereka bisa bergerak lebih fleksibel dan mengurangi hambatan birokrasi. Peran Kementerian BUMN dalam jangka panjang bisa difokuskan pada peran regulatory dan mengurangi peran eksekusi yang bisa dijalankan holding company.
Kedua, proses transformasi menjadi holding yang kuat bisa dilakukan apabila penanganan PMI dijalankan dengan baik.
Survei membuktikan banyak kegagalan merger dan akuisisi di seluruh dunia karena penanganan PMI yang buruk. Dalam konteks ini, dibutuhkan strong leader, seperti Robby Djohan dan Ignasius Jonan yang mampu mendobrak culture dan memimpin transformasi secara cepat.
Ketiga, fakta terjadinya pareto condition BUMN dan upaya untuk mengurangi span of control Kementerian BUMN, maka opsi pengurangan BUMN perlu segera direalisasikan. Bisa melalui percepatan pembentukan holding company yang lain ataupun melalui langkah divestasi/likuidasi.
Rekomendasi bagi BUMN yang lemah, baik di sisi komersial maupun fungsi societal value adalah likuidasi.
Artinya, dalam jangka panjang pemerintah akan memiliki BUMN yang relatif kuat dalam bentuk holding company dan tidak terbebani dengan BUMN “lemah” sehingga fungsi pembinaan dan monitoring lebih mudah.
*) Artikel dimuat di koran cetak Bisnis Indonesia edisi Selasa (13/11/2018)