Bisnis.com, JAKARTA — Jumlah pengaduan terkait entitas fintech peer-to-peer lending atau pinjaman online ilegal terus bertambah pada 2021. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat bahwa pengaduan terbanyak terkait dengan perilaku tenaga penagih atau debt collector pinjol ilegal.
Deputi Komisioner Edukasi dan Perlindungan Konsumen OJK Sardjito menjelaskan bahwa pada kurun Januari 2020 hingga November 2020, jumlah aduan terkait pinjaman online (pinjol) ilegal berkisar 416–2.715 layanan. Namun, jumlahnya melonjak drastis pada Desember 2020 menjadi 6.787 layanan.
Pada Januari 2021, pengaduan terkait pinjol ilegal tercatat sebanyak 2.274 layanan. Jumlahnya terus bertambah, yakni pada Februari 2021 menjadi 3.673 layanan dan Maret 2021 mencapai 5.421 atau mendekati capaian tertinggi pada Desember 2020.
OJK memetakan sejumlah masalah dari keluhan terkait pinjol ilegal, beberapa di antaranya terkait dengan keberatan pemberian fasilitas (1.696 layanan), keberatan biaya tambahan/denda (1.725 layanan), keberatan atas tagihan (2.487 layanan), serta masalah legalitas lembaga jasa keuangan dan produknya (2.821 layanan).
Sementara itu, masalah terbesar yang menjadi sumber keluhan konsumen adalah perilaku debt collector dari pinjol-pinjol ilegal tersebut, yang diketahui kerap melakukan penagihan dengan menyebarkan data pribadi atau mengganggu kontak-kontak terkait. Terdapat 15.098 layanan terkait aduan tersebut.
Menurut Sardjito, OJK bersama Satgas Waspada Investasi (SWI) terus memberantas keberadaan entitas pinjol ilegal yang kerap meresahkan masyarakat. Sepanjang 2020, terdapat 1.200 entitas fintech ilegal yang dibekukan SWI, tetapi entitas lainnya tetap tumbuh menjamur
Baca Juga
"Kadang saya berpikir juga, ini fintech ilegal nanti lama-lama orangnya enggak bayar [sehingga dapat dibiarkan saja], tapi ada risiko kalau pinjam di fintech ilegal nama [konsumen] diperburuk," ujar Sardjito pada Selasa (13/4/2021).
Dia menilai bahwa salah satu kendala dalam penindakan fintech ilegal adalah belum adanya payung hukum untuk menindakpidana entitas terkait. Hal tersebut membuat upaya yang dapat dilakukan OJK dan SWI berupa pemblokiran aplikasi dan edukasi kepada masyarakat.
"Dari sisi hukum, kalau ada perbankan atau manajer investasi yang beroperasi secara ilegal bisa dihukum, tapi kalau fintech ilegal belum ada ketentuan pidananya," ujar Sardjito.