Bisnis.com, JAKARTA – Nilai pinjaman macet lebih dari 90 hari di industri fintech P2P lending alias pinjaman online dalam kuartal I/2025 meningkat signifikan. Kondisi lebih baik terjadi pada segmen perseorangan yang mengalami perbaikan.
Direktur Ekonomi Digital Center of Economic and Law Studies (Celios) Nailul Huda menjelaskan penyaluran pinjaman ke badan usaha menyasar sektor produktif. Dampaknya, pinjol menanggung risiko lebih tinggi dibanding pinjaman yang disalurkan ke peminjam perseorangan karena dipengaruhi pertumbuhan ekonomi.
"Artinya, lender akan mempunyai perhatian yang tinggi akan gagal bayar yang terjadi di borrower badan usaha. Lender akan memilih borrower perorangan di mana bunga manfaatnya lebih tinggi, gagal bayarnya relatif lebih rendah juga," kata Huda kepada Bisnis, Selasa (24/6/2025).
Statistik Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat oustanding pinjaman macet lebih dari 90 hari dari peminjam badan usaha dalam kuartal I/2025 mencapai Rp849,24 miliar, melonjak 85,9% year on year (YoY) dibanding Rp456,91 miliar per Maret 2024.
Sedangkan, pinjaman macet lebih dari 90 hari untuk kategori peminjam perseorangan dalam kuartal I/2025 mencapai Rp803,88 miliar, terpangkas signifikan sebesar 41,4% YoY dibanding Rp1,37 triliun pada kuartal I/2024.
Huda mengatakan peningkatan kredit macet badan usaha tersebut disebabkan oleh beberapa faktor. Namun jika melihat tren yang terjadi, menurutnya ada pengaruh dari kinerja sektoral yang juga turun.
Baca Juga
"Sektor perdagangan mengalami tekanan yang cukup signifikan dari penurunan daya beli. Sedangkan jika kita lihat detail, penyaluran pinjaman dari sektor usaha banyak di sektor perdagangan. Artinya, jika sektor perdagangan tertekan, pembayaran pinjaman daring juga akan tertekan," jelas Huda.
Mencermati situasi pembiayaan produktif yang kurang menguntungkan saat ini, Huda menjelaskan bahwa untuk mendorong penyaluran ke sektor produktif, strategi yang harus dilakukan adalah meningkatkan kualitas dari pembiayaan sektor produktif. Dia merinci, peningkatan kualitas tersebut bisa dari sisi credit scoring yang lebih prudent dan lebih kredibel.
Jika kualitas penyalurannya bagus, lanjutnya, lender juga akan melirik sektor produktif untuk dibiayai dengan sendirinya.
"Kemudian, bagi sektor produktif diberikan opsi penambahan asuransi sebagai bagian penilaian kredit. Agar lender melihat sektor produktif yang mempunyai asuransi bisa lebih terjamin. Kemudian penilaian berdasarkan juga analisis sektor ekonominya," kata Huda.
Saat ini industri P2P lending memang sedang didorong untuk memprioritaskan pinjaman produktif. Targetnya, pinjaman produktif dapat mencapai 50-70% dari total pembiayaan pada 2028. Sementara realisasinya porsi P2P lending di sektor produktif dan/atau UMKM per April 2025 mencapai 35,38% atau mencapai Rp28,63 triliun dari total pinjaman industri.
Sebagai upaya mencapai target tersebut, OJK saat ini sedang membuka peluang bagi perusahaan P2P lending yang fokus pada pembiayaan konsumtif untuk dapat menyalurkan pembiayaan produktif.
"Strategi-strategi itu harus dijalankan terlebih dahulu sebelum OJK membuka moratorium pendaftaran pinjaman daring produktif," pungkasnya.